Yeah, here we go again… Ini adalah postingan kedua saya di tahun 2020 yang mengambil tema restaurant review. Padahal kalo diinget-inget lagi, awal mula saya membuat blog Fajarwalker.com ini adalah karena kepingin melakukan banyak adventure mengelilingi Indonesia lalu menuliskannya sebagai sebuah jurnal kehidupan. Tapi apa daya, ternyata 2 tahun terakhir saya ngga begitu sering bertualang karena keterbatasan waktu. Jadi… daripada blog ini sepi ga ada bahan untuk diperbincangkan, maka tercetuslah ide membuat rubrik Santap Kuliner ini.

Yha, anggep aja sebagai petualangan. Petualangan perut dari mangkok ke mangkok, hehehe.

Kali ini saya akan bercerita tentang kunjungan di hari minggu, tepatnya 2 hari pasca valentine kemarin, ketika saya dan Thina menemukan sebuah restoran baru di Summarecon Mall Bekasi. Posisinya berada di lantai 2, terhimpit oleh restoran AW dan Star Department Store. Dari plang neon box yang berada di depan, saya bisa mengetahui bahwa restoran tersebut bernama SushiGo!

Udah gampang ketebak ini sih, pasti jualan masakan padang. Ehm, maksudnya masakan jepang.

Tak sulit untuk mengetahui kehadiran restoran baru tersebut di tengah-tengah mall ter-borju sebekasi ini. Dengan dekorasi yang bertemakan kuning cerah dan padanan dekorasi neon box terang benderang, SushiGo sukses menarik perhatian siapapun yang melintas di depannya. Selain itu, restoran ini juga mengingatkan saya pada Sushi King di Garden City. Ya, keduanya sama-sama pake konsep ‘lintasan tamiya’ alias punya semacam jalur khusus yang membuat sushi-nya bisa berkeliling kesana kemari.



Setelah mengintip sejenak buku menu yang ada di luar, akhirnya kami putuskan untuk masuk ke dalam dan mencari tempat duduk yang pas. Salah seorang pelayan lantas membawa kami ke salah satu sudut restoran. Tapi baru saja beberapa langkah kaki, seorang pelayan lain yang nampaknya terlihat lebih senior menghentikan kami berdua. “Disini aja mas.. Disini aja”, sahut pelayan senior tersebut sambil menunjuk ke salah satu kursi. Ia menunjuk dengan nada sedikit memaksa dan tanpa menatap wajah kami berdua, dan jujur saja bagi saya itu kurang sopan.

Thina nampak tidak senang diperlakukan seperti itu, hingga akhirnya Saya pun melemparkan pertanyaan ke pelayan itu, “Ini harus banget disini, ga boleh di kursi lain?”.

Pelayan senior sepertinya menyadari ada yang salah dengan attitude-nya, sehingga ia mengalihkan pandangannya kepada saya dan melempar sedikit senyum, “Ngga harus sih mas, tapi kalau bisa sih disini..”. Lhaa, ternyata tetap ada nada paksaan juga dari beliau ini. Ya sudahlah, saya ikutin saja deh kemauannya dan duduk sesuai yang ia paksakan, meskipun sejujurnya hati sedikit dongkol.

Saya mengalihkan pandangan menuju Thina, nampak raut wajah kesal yang tak sanggup ia tutupi. Heran juga sih, baru pertama kali seumur hidup saya masuk ke restoran dan duduknya diatur secara paksa seperti ini. Setau saya, tugas pelayan adalah mengarahkan pengunjung ke tempat duduk yang sesuai, bukan memaksa. Apalagi disertai dengan gestur yang tidak sopan seperti itu. Kalau saya manajernya, mungkin segera saya berikan teguran kepada karyawan seperti itu.

Thina mesem gara-gara diatur paksa

Okay, mari lupakan sejenak peristiwa tadi dan coba menikmati suasana restoran yang sejujurnya cukup meriah ini. Selain lampu neon yang konsep dekorasi utama di beberapa sudut, sejumlah hiasan unik seperti seperti boneka nan imut serta tanaman artifisial membuat suasana ramai menjadi sangat terasa. Apalagi, tatkala kami datang restoran sepertinya sedang ramai-ramainya. Saya menengok sejenak ke belakang dan mata saya menangkap sejumlah pengunjung yang kini telah menanti di kursi waiting list.



Berbeda dengan Sushi King, tempat duduk di SushiGo hampir semuanya diatur menghadap ke jalur sushi. Tujuannya mungkin agar kita mudah dan leluasa mengambil sushi yang berseliweran, tapi menurut saya sih kayaknya tata duduk seperti ini bikin ngga nyaman untuk ngumpul rame-ramean. Ngga bisa ngobrol berhadap-hadapan gitu lho. Bayangkan kalau yang datang sekitar 8 orang, bakalan agak susah untuk berinteraksi.

Memang sih, ada 2 set sofa yang nyaman tepat di belakang kasir. Tapi posisinya yang terlampau jauh dari jalur sushi bikin kita kerepotan kalo ingin nyomot sushi. Hmm.. barangkali khusus buat yang duduk disitu,  pelayannya mau bantu ngambilin ya, hehehe.

 

Salah satu poin yang paling membedakan SushiGo dengan Sushi King adalah dari segi harga sushi-nya. Jika di Sushi King harga sushi yang hilir mudik itu dipatok sesuai dengan warna piringnya (kisaran 10 – 30rb), hal tersebut tidak akan kita ditemukan di SushiGo. Semua sushi yang berseliweran disini dipatok satu harga, yakni 15 ribu saja.

Mungkin terdengar murah, tapi buat saya pribadi sih ini itungannya lumayan mahal, karena porsinya dikit-dikit. Anggaplah kalau saya dan Thina masing-masing ngambil 3 piring sushi, itu aja udah abis 90 ribu dan belum tentu kenyang. Iyes, sushi disini sebenernya cuma compliment aja, karena makanan utamanya ada di menu dan kita pesan ke waiter kayak restoran pada umumnya. That’s why we only take two plate of sushi, hehehe.

Menu makanan utama disini ada banyak sekali, sampai-sampai buku menunya jadi berukuran besar dan cukup tebal. Di dalam menu yang lumayan berat itu hampir hampir semuanya hanya berisikan foto, nama menu dalam bahasa jepang dan harga dalam rupiah tanpa ada deskripsi sedikitpun. Jadi hampir saya pastikan jika kalian belum familiar dengan restoran jepang, maka kalian akan kebingungan saat memilih menu disini.



Bahkan ga cuma pengunjung aja, pelayannya pun sampe ikut kebingungan. Contohnya saat Thina menanyakan apa bedanya Zaru Chasoba dengan Zaru Soba. Ia lantas memberi tatapan agak kebingungan dan memberikan penjelasan yang terbata dan agak sulit kami pahami. “Kalo yang Zaru Soba ini.. itu.. rasa matcha kak. Kalau yang zaru chasoba itu… rasa biasa”. Oke, kami beruda terdiam sejenak sambil mencoba mencerna definisi dari ‘rasa biasa’ ia maksudkan.

Tapi dasarnya Thina emang berani coba menu-menu yang ga begitu familiar, ia pun langsung memutuskan pilihannya pada Zaru Chasoba alias Soba Dingin dengan rasa matcha yang barusan ditanyakan meskipun saya tau ia sedikit kurang yakin. Sementara saya, si lelaki tukang cari aman ini menjatuhkan pilihannya pada satu porsi Curry Ramen yang nampak lezat dan berwarna kecoklatan dilihat dari menu. Saya sangat menyukai kari selalu memesan menu bernuansa kari setiap ke restoran jepang. This is the safe option!

Harganya? Ehm, kalo saya pribadi sih merasa ini agak overprice. Saya melihat sejumlah menu ramen yang harganya sekitar 70 ribu keatas, yang sejujurnya sih cuma 40-50ribuan kalau di restoran lain. Sementara Zaru Chasoba yang Thina pesan tadi harganya sudah 40 ribu. Agak mahal sih kayaknya kalau dilihat dari porsinya yang cukup sedikit.

Untungnya ini restoran jepang, jadi selalu ada opsi minuman ocha refill yang segar dan bisa menghemat pengeluaran kami. Cuma 5 ribu bisa dapet ocha dingin yang direfill sepuasnya, hehehe. Jadi inget lagi teh manis 22 ribu di Happiness Kitchen kemaren 😀

 

Curry Ramen yang mantap sekali

Zaru Chasoba pesenan Thina, dikit banget 🙁

Kami harus menunggu hampir setengah jam untuk mendapatkan seluruh pesanan kami berkumpul lengkap di atas meja. Waktu yang cukup lama, tapi kami maklumi karena kondisi restoran saat itu cukup ramai menggelora. Sambil menanti tadi, saya dan Thina bercakap-cakap membahas pelayan senior yang ngeselin tadi. Emang idup itu ga seru kalo ga ghibah, hahaha

Curry ramen yang saya pesan ternyata porsinya cukup besar. Dalam mangkok jumbo itu saya dapat menemukan mie, potongan katsu dan bawang goreng berukuran besar yang nampak tenggelam dalam lautan kuah kental kari yang begitu menggugah selera. Saya langsung semangat menyantapnya dan rasanya lezattt sekali. Meski kuah karinya agak kelewat banyak, tapi rasanya pas dan ngga kelewat asin.

Sementara Thina, ia nampaknya kaget karena porsi Zaru Chasoba yang ia pesan ternyata lebih sedikit dari yang ia perkirakan. Hanya ada 4 gulung soba dalam jumlah kecil yang sepertinya akan habis dalam 4 suapan. Saya sempat melihatnya dan tak tertarik untuk mencoba (karena porsinya sedikit, masa iya saya palak juga). Daaaan benar saja untuk pertama kalinya Thina menghabiskan makanan lebih cepat dari saya. Maklum, dikit bener sih.

Oya, dapur pembuatan sushi terletak di tengah-tengah restoran dan terbuka tanpa pembatas sama sekali, sehingga kita bisa melihat secara langsung proses pembuatan sushi oleh para tangan-tangan chef yang cekatan. Masing-masing mereka sibuk membuat sushi mereka masing-masing, kemudian menyimpannya secara hati-hati di jalur sushi yang terus bergerak itu.

Kami sempat mencicipi salah satu sushi yang melintas, dan ternyata benar perkiraan saya : sushinya dingin. Serupa dengan Sushi King, restoran yang menganut konsep jalur sushi ini memang kelemahannya ya satu ini. Karena sushi yang hilir mudik tentu telah banyak diterpa suhu dingin ruangan dalam periode yang lama tanpa mendapatkan penghangatan sedikitpun. Rasanya sih lumayan, cuma jadi agak aneh di mulut karena suhunya sudah kelewat dingin.

Seperti yang kami jelaskan diawal, sushi disini cuma compliment, jadi sebaiknya jangan ambil terlalu banyak ya karena harganya ga sebanding dengan jumlah porsinya. Seperti kami berdua yang sepakat mengambil 2 piring saja.

 

Well, segitu aja dari saya dan Thina. So far sih kami menyukai segala yang ada di restoran ini, tapi kurang puas dengan pelayanannya. Mungkin dari manajemen perlu training lagi :). Terima kasih sudah membaca, jika kalian suka review ini, jangan lupa untuk beli buku di Fajarwalker Store ya! (Lho, apa hubungannya).

Sampai jumpa di posting selanjutnya, see you later..

 

Overall rating by me : 7/10
We Like : Dekorasi artistik dan instagrammable, banyak opsi menu, rasa lumayan.
We Don’t : Overprice, Pelayan kurang ramah dan kurang product knowledge, sushinya dingin

 

Sushi Go! Summarecon Mall Bekasi
Mall Sumarecon Bekasi Lantai 2 samping AW
Marga Mulya, Kec. Bekasi Utara, Kota Bks, Jawa Barat 17143

 

Rabu, 19 Februari 2020
Ditulis sambil menanti paket online yang dah 3 hari belom sampe juga