Hidup 2X Lebih Produktif Dengan Memaksimalkan To-Do-List

Hidup 2X Lebih Produktif Dengan Memaksimalkan To-Do-List

Semakin banyak hari yang berlalu, semakin usia bertambah tua. Saat itulah semakin saya sadari bahwa hidup ini memang penuh dengan tekanan dan tuntutan. Entah dalam dunia kerja maupun urusan keseharian, menjadi manusia yang berguna dan berkualitas adalah sebuah keharusan. Apalagi sejak pandemi menerpa, yang mana menyebabkan pengangguran tambah banyak dan bikin tingkat persaingan kerja makin semrawut.

Saya memang selalu punya mindset yang keras untuk diri sendiri. Bagi saya, di zaman sekarang ini kita kerja keras banting tulang aja hasilnya masih bisa ga sesuai ekspektasi. Apalagi kalo males-malesan.

Itulah kenapa, saya selalu menuntut banyak pada diri saya sendiri dari sejak lama. Sejak dari lulus sekolah dan merantau kembali ke Jakarta, saya selalu kerja keras dan berusaha agar lebih menonjol dari siapapun. Adakalanya saya kerja hingga larut malam namun datang ke kantor paling pagi. Saya mengambil kuliah kelas malam dan pulang ke tempat kos jalan kaki. Pernah juga mencari tambahan kerja di sabtu dan minggu agar dompet senantiasa aman terisi.

Ya, beginilah nasib kalau kita hidup tanpa punya privilege macem kaum-kaum borjuis. Ga ada yang bisa jadi tempat sandaran selain Tuhan dan bahu sendiri.



Meski begitu, tuntutan tinggi yang saya sematkan kepada diri sendiri terkadang terkadang jadi dua sisi mata koin. Ya, saya memang jauh menonjol dari orang lain. Namun membagi waktu antara dunia kerja, kuliah, keseharian dan hal-hal lain diluar itu bukanlah hal mudah. Terkadang saya ada di satu titik dimana saya mulai sulit untuk fokus dan konsentrasi, kebingungan tak karuan. Di jam kerja malah mikirin perkuliahan, dan di jam kuliah malah mikirin kerjaan. Mood ambyar, tidur pun jadi ga nyenyak.

Saat itulah, saya sadar bahwa ada yang salah. Karena sejatinya  menjadi sibuk tak melulu berarti produktif.

Waktu kita sama, kenapa hasil kita berbeda?

Yap, kalau mau berfikir jernih, sejatinya waktu yang diberikan oleh Tuhan untuk seluruh manusia di muka bumi itu senantiasa sama. Tak pernah berubah, selalu 1 x 24 jam untuk setiap harinya. Apa yang membedakan hanyalah bagaimana kita mengalokasikan waktu itu untuk menyelesaikan ragam perkara yang akan kita hadapi tiap harinya.

Kerja keras itu bukan berarti kerja tanpa henti. Karena kita ini manusia, bukan robot yang hidup tanpa nalar dan juga perasaan. Selain butuh waktu untuk istirahat dan recovery, kita juga perlu waktu untuk bersosialisasi dan menikmati waktu hidup selayaknya manusia. Terlalu lama bekerja tanpa istirahat bisa berpengaruh buruk untuk kesehatan diri. Rasa bosan dan muak dengan aktivitas yang berulang-ulang bisa menurunkan fungsi kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit berbahaya, bahkan menimbulkan gangguan kesehatan mental.

Itulah mengapa pada akhirnya, saya mulai mendefinisikan kembali arti kerja keras dan produktif ini. Menjadi sibuk tak selalu berarti produktif, dan menjadi produktif tak selalu harus terlihat sibuk.



Produktivitas itu butuh parameter!

Apakah ketika kita masih kerja saat orang lain sudah pulang itu artinya kita produktif? Hmm… sepertinya ga selalu begitu. Justru bisa jadi pulang terlambat itu ya mungkin karena kitanya aja yang ga bisa manfaatkan waktu kerja dengan maksimal.

Ini bukan tentang sibuk atau ngga sibuk, melainkan tentang seberapa baik performa kerja kita di hari itu. Untuk menjawabnya, kita tentu butuh satuan pengukuran yang jelas dan komprehensif. Mangkanya kalau di dalam perusahaan, ada istilah KPI atau Key Performance Indicator yang jadi patokan perusahaan menilai seberapa bagus kinerja karyawan yang ada. KPI ini sendiri tentunya terdiri dari ragam jenis variabel data yang rumit. Terlalu ribet untuk disusun dan hitung untuk ukuran personal.

Untuk menyederhanakan perhitungan produktivitas dalam level personal, saya biasanya pake rumus ini :

Produktif = Rencana Kerja – Aktualisasi.

Intinya, semakin banyak rencana kerja yang saya aktualisasikan di hari itu, semakin produktiflah diri saya ini. Sebaliknya, makin banyak rencana yang tak terealisasi, berarti ada yang tidak beres dalam diri saya ni.

Gimana caranya menyusun rencana kerja yang baik? Well, disitulah kita butuh sesuatu yang bernama To Do List.

To do list di era komputerisasi Digital.

To do list adalah daftar tugas-tugas atau kegiatan yang harus kita lakukan dalam sebuah rentang waktu. To do list ini adalah bagian dari sebuah perencanaan agar kerjaan kita hadapi ngga bentrok antar satu dengan lainnya. Biasanya daftar ini dibuat untuk rentang waktu harian, mingguan, atau bahkan bulanan.

To do list ini penting, karena bisa bikin kita lebih fokus ke hal-hal yang perlu diutamakan dan melupakan sementara hal-hal yang bisa dikerjakan belakangan. Otak pun jadi lebih fresh, karena pola kerja yang tadinya sporadis bisa berubah menjadi terstruktur dan sistematis, sesuai dengan skala prioritas yang ada.

Kalau di zaman dulu, saya biasanya pakai buku notes atau binder untuk menyusun to do list. Daftar hal yang ingin dilakukan akan saya catat, kemudian saya beri check mark saat sudah selesai dikerjakan. Namun seiring teknologi berkembang, metode to do list jadul ini pun mulai saya tinggalkan dan beralih ke to do list digital berbasis aplikasi. Maklum lah, sekarang ini kan udah eranya cloud computing.



Apa itu cloud computing? Sepertinya tak perlu saya jelaskan dengan terperinci ya. Sederhananya, kamu bisa nulis catatan kamu dari smartphone, kemudian ketika kamu pindah ke laptop; catatan yang kamu tulis sudah ada disitu. That’s cloud computing. Ini penting karena dalam keseharian, kita biasanya senantiasa berjibaku dan berpindah amtar perangkat elektronik seperti hape, tablet, laptop maupun komputer. Flow kerja yang simultan tentu jadi koentji.

Aplikasi to do list berbasis cloud ini ada banyak pilihannya kok. Diantaranya adalah Google Keep, Todoist, Any.do, Remember The Milk, serta Microsoft-To-Do. Yang saya sebutkan paling terakhir akan saya bahas di post ini karena selain gratis, ia juga yang sudah jadi andalan saya dalam beberapa bulan terakhir.

Microsoft To-do ini adalah pendatang baru yang tak sepenuhnya baru, karena ia adalah pengembangan dari Wunderlist yang kini sudah ditutup sepenuhnya sejak diakuisisi oleh Microsoft. Ia tersedia hampir di seluruh platform mulai dari android, apple, windows hingga layanan berbasis web sekalipun.

Kalau dulu kalian pernah pake Wunderlist, pasti akan terasa familiar karena hampir semua fitur yang ada sudah diboyong dan dikembangkan di Microsoft To-do. Mulai dari sistem pengkategorian pekerjaan yang lebih rapi dengan custom icon, background yang bisa di-set berbeda antar kategori pekerjaan. Plus, kita juga bisa berbagi list pekerjaan dengan orang lain dengan menekan tombol Share List di pojok kanan atas. Gratis tapi lengkap lah ya.

Tapi dari sekian banyak fitur, ada satu yang saya paling suka. Yakni fitur My Day.

Yap, jika rata-rata to do list akan terlihat runyam dan membingungkan ketika isi kategorinya mulai menumpuk dan bertambah dari waktu ke waktu. Tapi dengan fitur My Day ini, saya bisa fokus menyusun pekerjaan apa saja yang perlu wajib saya selesaikan hari ini. Dan susunan posisinya pun bisa digeser tergantung dari urutan dan skala prioritas yang ingin kita dahulukan.

Mantap kan? Nah sok, kalau mau coba, langsung klik aja disini ya.



Beberapa tips dalam mengelola To Do List

  • Biasakan untuk menuliskan hal-hal yang perlu dikerjakan ke dalam to do list, demi meminimalisir ‘lupa’.
  • Kalau perlu, tuliskan hal-hal yang perlu kita lakukan sebelum tidur. Ini bisa bikin tidur lebih nyenyak dan nyaman lho.
  • Susun rencana pekerjaan serapih dan se-detail mungkin agar tidak terjadi miss dalam pengerjaan.
  • Jangan buat target harian yang terlalu tinggi, karena bisa bikin beban pikiran kamu jadi berlebihan. Susun to do list sesuai kemampuan dan se-rasional mungkin.
  • Biasakan segera menandai atau memberikan check mark, untuk setiap pekerjaan yang sudah diselesaikan.

Oke, demikianlah pembahasan mengenai To do list yang jadi bagian hidup saya selama beberapa bulan terakhir ini. Kalau kamu merasa terbantu dengan artikel yang saya tulis ini, jangan lupa klik tombol kuning dibawah buat beliin saya kopi seger murah meriah ya.

Nih buat jajan

Bekasi, 15 Oktober 2021
Ditulis sambil melihat jam dinding yang ternyata sudah berganti tanggal.

Fajarwalker

A Man with frugal style living. Sering dikira pelit, padahal cuma males keluar duit.

More Reading

Post navigation

18 Comments

  • Saya juga pakai to do list mas, cuma saya lebih hybrid sih. Utamanya pakai buku catatan, tapi juga pake aplikasi notes bawaan ponsel.

    Memang useful banget pake to do list buat saya, karena saya jadi punya arahan tentang apa yang harus saya selesaikan duluan hari ini.

    Dan perasaan riang tak terkira saat berhasil mencoret daftar tugas selepas merampungkan tugas tersebut.

    Mungkin itu yang dinamakan kepuasan kerja (kerja ga melulu kerja urusan kantor, tapi juga urusan lainnya).

    • Betul mas, rasanya beban berkurang sedikit kalo sudah bisa mencoret daftar tugas.
      Apalagi kalau di Microsoft to-do itu ada bunyi “Ding” tiap kita nyontreng kerjaan. Suasanya entah kenapa bikin tenang hati hahaha

  • Benar juga sih. Tanpa to do list, kita seakan sibuk tanpa hasil yang jelas. entah apa yang dikerjakan dan bagaimana hasilnya. Kita nggak benar-benar bisa membandingkan. Jadi, terlihat kalau kita nih bekerja tanpa hasil nggak sih?

    • Selain pake to do list harus konsisten juga ngejalaninnya ya. Saya suka bikin sih to do list cuma kadang masih yaudah ngelist doang do-nya entah kapan. Hadeuuhh. Padahal banyak yang sukses lebih produktif dengan menerapkan ini, kayak Mas ya salah satunya..

      • Mba Ima : Saya juga belum konsisten-konsisten banget kok, hehehe
        Cuma mungkin standar saya yg ditinggiin aja. Jadi ketidakproduktifannya saya adalah produktifnya orang lain, gitu

    • Iya mba, aku pun awalnya memang terlalu ambisius. Lama-lama malah pusing sendiri.
      Tetap sih harus balance antara kerja dan entertainment. Sesuai kapasitas kita aja.

  • Aku kok merasa kudet dan so old banget ya, soalnya to-do list aku bentuknya notes aja. Itupun udah lama banget enggak aku buka, pantesan agak berantakan nih kegiatanku. Aku setuju banget sama tulisan mas, beberapa waktu yang lalu aku sempet rajin bikin to-do list, simpel kayak rencana masak mingguan biar gak puyeng bikin menu. Membantu banget sih. Makasih ya mas atas tulisannya, insya Allah aku mau nyoba

    • Ga wajb kok mba, biasanya tiap orang ada preferensi masing-masing.
      Kalo aku prefer ini ya karena kerja simultannya itu

  • masih belum biasa sih aku pakai to do list harian gitu, mas. kalau sekarang bikin list kerjaannya yang buat 1 bulan itu misalnya bakal ada deadline atau rencana apa di tanggal tertentu. kayaknya mereka yang benar-benar produktif itu bikin to do list-nya harian ya makanya benar-benar terorganisir kerjaannya

  • Bermanfaat banget sih todolist ini, gak jadi kebiasaan lagi untuk menunda-nunda pekerjaan. Sehingga semua berjalan dengan lancar, dan pekerjaan pun selesai semua hhi

  • Saya sudah pernah menerapkan taktik to-do list sejak dulu, hanya saja terkadang tidak lancar dalam pelaksanaan dan penerapannya. Hal ini dikarenakan Hal Hal yang ada di to-do list malah menjerat saya pada satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Dan, tatkala salah satu kegiatan yg di to do list itu berlangsung lebih lama dari biasanya, alhasil ini merusak list yang lainnya.

    Sekarang, saya masih menerapkan to do list, hanya saja dikombinasikan dan dikembangkan dengan beberapa penerapan yang lentur dan tidak menjerat saya. Serta menentukan prioritas mana dulu yang harus dikerjakan saat itu juga dan mana yang bisa dikerjakan nanti.

    • Memang intinya sih ngatur skala prioritas kak. Kesalahan orang-orang biasanya bikin todolist dengan aturan yang terlalu menjerat dan target yang ga masuk akal. Akhirnya malah pusing sendiri.

      Jangan lupa juga kasih self reward tiap kali berhasil nyelesain semua todolist kak. Kalo aku, biasanya kalo lagi produktif banget, ada satu waktu dimana aku istirahat dan main game selama durasi tertentu.

    • Memang intinya sih ngatur skala prioritas kak. Kesalahan orang-orang biasanya bikin todolist dengan aturan yang terlalu menjerat dan target yang ga masuk akal. Akhirnya malah pusing sendiri.

      Jangan lupa juga kasih self reward tiap kali berhasil nyelesain semua todolist kak. Kalo aku, biasanya kalo lagi produktif banget, ada satu waktu dimana aku istirahat dan main game selama durasi tertentu.

  • Dari dulu akupun selalu pakai to do list mas, pas masih kerja, juga skr ini walopun udh resign. Ini sebenernya mempermudah kerjaan dan membuat lebih fokus. Setidaknya aku jadi tahu mana yg harus aku prioritaskan dulu, mana yang bisa belakangan. Apalagi kalo kerjaan kantor, kadang dikejar2 deadline. Tanpa to do list jadi rempong sendiri, kerjaan A belum selesai, udah ngerjain B :D.

    Nah bener, semakin lama kita stay di kantor, bukan berarti kita produktif banget, bisa jadi karena time management nya salah.

    Setelah resign pun, aku fokus urus kerjaan di rumah. Dan itu juga butuh to do list biar bisa selesai tepat waktu. Dulu mikirnya di rumah ini, ga butuh lah gituan. Ternyata godaan di rumah itu makin gede, Krn ada anak2, ada drakor hahahah. Jadi tetep to do list aku buat akhirnya.

    • Iya kak, memang tujuan utama todolist ya biar kita ga ‘kesasar’ gitu dalam keseharian dan pekerjaan. Karena kadang kalo kita kerjanya ga karuan dan sporadis, akhirnya malah banyak lupa dan miss nya.

      Oya, jangan lupa sisihin waktu untuk self reward juga. Gapapa sesekali istirahat, scroll socmed atau nonton drakor tapi diatur waktunya. Misal berapa jam, atau berapa episode, biar ga kebablasan hehehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *