“Nanti abis maghrib kita jalan ke Toko Tahilalats yuk?”, sahut saya dengan penuh semangat. Thina menaikkan alisnya, lalu bertanya balik. “Emang ada apaan disana?”
“Ya ada tahilalat… atau mungkin kalo beruntung, bisa dapet bonus tompel juga”, jawab saya sekenanya. Thina langsung cemberut.
“Yaudah hayu. Eh tapi.. emang duitnya masih ada?”, Thina mencoba memastikan kembali. Saya cuma senyum sedikit, seraya membalas, “Lho.. yang ngajak belanja siapa? Kan aku mah cuma ngajak jalan doang…”
‘Bruakkk‘…. Sebuah bantal dilempar oleh Thina.
Yah, demikianlah rencana kita di sore hari ini. Kebetulan, cuaca di Bandung juga sudah mulai mereda. Dan saya harap kondisi seperti ini akan berlangsung seterusnya hingga esok pagi. Sungguh, tak ada yang lebih menyebalkan selain cuaca yang melankolia disaat hati sedang berbahagia.
Toko Tahilalats sendiri berada di jalan Braga, yang jaraknya cuma sekitar 3 kilo aja dari penginapan. Kami berangkat kesana dengan mengendarai motor Yamaha FreeGo yang dipinjamkan oleh teman saya.
Alhamdulillah, benefit punya sohib lama yang baiknya ga ketulungan. Aturan mesti keluar 400 rebu buat sewa motor dua hari, eh malah dapet gratisan, uhuyy.
Ada apa aja si di Jalan Braga?
Bisa dibilang, Jalan Braga tuh semacem Malioboro-nya kota Bandung. Jalan sempit yang terdiri dari laju dua arah ini, menjadi salah satu spot populer diantara kalangan anak-anak muda untuk nongkrong, ngopi, belanja, atau juga mabora.. (mabok).
Dari sejak tiba di Braga, tampilan di maps saya langsung berubah drastis. Merah semua! Dan tentunya itu sangat faktual sekali dengan kenyataan yang terjadi, dimana motor kami pun maju sangat perlahan. Macet euy!
Sesampainya disana, kami langsung disambut oleh lautan manusia, serta kumpulan sepeda motor yang berbaris rapi di pinggir jalan. Petugas parkir sedang sat-set membantu memarkirkan dan menggeser posisi kendaraan yang ada satu per satu.
“Wah ini, kalo kang parkirnya macem begini.. saya juga ikhlas. Ngga seperti kang parkir yang di…… Ah sudahlah”
Setelah kelar urusan parkiran, kami lanjut menyusuri braga dengan berjalan kaki. Karena kami parkir motor di lajur sebelah kanan, maka kami pun sepakat untuk menyusuri sisi kanan jalan braga terlebih dahulu. Barulah kemudian nanti menyebrang dan berputar ke sisi kiri.
Asli deh, Bandung tuh memang kotanya orang-orang kreatif ya. Jadi ga cuma daftar jajanan aja yang kami temukan disini. Melainkan ada juga beberapa spot ngopi, spot galeri lukisan, atau bahkan ada juga spot wahana wisata hantu yang bisa dikunjungi bergantian.
“Yang, mau masuk ke rumah hantu ga?”, tawar saya ke Thina. Ia menggeleng, lalu berkata dengan nada tinggi, “Yang bener aja! Anaknya masih kecil…”
“Lho, justru karena masih kecil.. jadinya kan gausah bayar. Kalo udah gede mah nanti jadinya kena 3 tiket..”
“Bodo amat”, ujar Thina sambil jalan menjauh. Untungnya kali ini saya ga ditimpuk.
Toko Kue Lakker dan Secercah Nostalgia

Dari sekian banyak resto dan cafe yang kami lalui, tak satupun yang menarik hati kami untuk berkunjung. Ya maklum aja sih, sebelum berangkat ke Braga, saya memang ngajak Thina makan dulu sebanyak-banyaknya. Biar sesampainya di Braga, jadi ga nafsu lagi deh liat makanan. Trik irit nomer 90, hahaha
Setelah berjalan hampir 30 menit, akhirnya langkah kaki kami terhenti di sebuah toko kue. Toko kue vintage, lebih tepatnya. Karena baik bangunan, desain serta semua barang jualannya bernuansa jaman dulu sekali.



Dan yap, benar saja. Selain menjajakan berbagai kue, di Lakker ini juga ada berbagai jajanan 90-an, semacem chiki chuba, permen yosan, dan juga cokelat ayam jago. Kami semua langsung menghambur menghampiri etalase jajanan tersebut. Namun tak berapa lama, kami berpindah lagi ke etalase lain. Entahlah, minat jajan kami belum benar-benar muncul.
Dari sekian banyak produk yang dijajakan. Kami hanya pulang dengan dua tentengan. Saya beli cendol suji, sementara Thina beli semacem minuman daun sereh gitu. Emang dia mah ya, paling suka coba-coba barang aneh.

Cendol suji, sesuai namanya menggunakan bahan utama daun suji. Ketika saya coba, ternyata rasanya tak jauh berbeda dengan cendol biasa. Hanya lebih strong dan bold saja. Rasanya memang kurang familiar, tapi untungnya masih ketutup sama santan dan gula aren yang manis.
Sementara Thina, tampak ekspresi kekecewaan di wajahnya. Sepertinya minuman yang ia pesan tak sesuai harapannya. Saya pun tergerak hati untuk mencoba. “Sini, coba dong…”, saya merebut minuman dari tangannya.
Dalam tegukan pertama, saya langsung berhenti. Muka saya langsung berubah, macem ekspresinya cecep di sinetron alien. Alamaaak, ini minuman apa? Aneh banget rasanya.
Ngeliat saya yang misuh dan oek oek, Thina hanya tertawa terbahak-bahak.
Asyeeeem..
Mendadak Panik, Mendadak Ngakak Bareng

Kami hampir tiba di lobi Toko Tahilalats, ketika tiba-tiba Thina memasang muka yang panik dan segera menghampiri saya. “Aduh yang, aku mules…”
Mendengan ucapannya, saya ga begitu panik. Emang Thina mah begitu, suka mendadak mules dimana bae. Orang dulu pas saya ngasih cincin buat lamaran aja, dia langsung ngerasa mules. Mungkin mules adalah salah satu ekspresi cinta Thina alih-alih kata-kata. Hiyaaa, hahaha
Sebagai suami sigap, saya pun langsung mengantarnya mencari spot untuk numpang ke toilet. Percobaan pertama adalah ke Mumuso, semacem spot perbelanjaan macem Miniso gitu, cuma ukurannya lebih gede dan lebih lengkap aja. Masa iya sih tempat segede gini ga ada toiletnya ya kan?

“Mbak punten, boleh numpang ke toilet sebentar ga ya?”, saya bertanya ke salah satu staff yang berjaga.
“Aduh punten A, disini mah ga ada toiletnya..”. Jeleger… saya sayup sayup denger suara petir menyambar. Bener aja, di luar toko, Thina memandang dengan ekspresi yang panik.
Oke, masih mencoba stay calm. saya pun lanjut ke percobaan kedua : Circle K. Yaelah, masa iya sih minimarket kaga ada toiletnya ya ga sih?
Dan tentu saja, setelah mengambil sebuah botol air mineral dan mengantri sejenak di depan kasir, saya langsung melempar pertanyaan. “Mas, punten.. boleh numpang ke toilet ga ya?”
“Aduh, punten A, toiletnya lagi dalam perbaikan..”
Shiiiiiit… Kali ini saya dan Thina benar-benar panik. Ini orang-orang Braga pada kenapa sih? Kok bisa-bisanya punya usaha pada kaga ada toiletnyaaaaa. Saking keselnya, air mineral yang udah ambil pun saya simpen lagi. Teteup, ogah rugi.
Sambil sedikit terburu-buru, kami pun berjalan menyebrang, melewati perempatan dan mencari spot lain. Setelah berjalan sekitar 50 meter, cahaya pengharapan pun muncul di hadapan kami. Sebuah cafe yang berukuran besar, dengan nuansa minimalis namun tetap mewah. Sambil berjalan, sayup-sayup saya melihat plang ‘Jabarano Coffee’ yang terpampang.
“Buat berapa orang mas?”, seorang staf menahan langkah kami.
“Dua orang mbak.. bisa masuk ga ya?”, saya bicara dengan nada misuh.
“Oh, kalo dua orang ada kak. Tapi di meja kecil gapapa?”
“Iya, gapapa.”, batin saya ‘bodo amat’ dah. Kita kesini juga perkara numpang be-a-be doang, hahaha.
Untungnya sang staf segera mempersilahkan kami untuk masuk. Thina langsung menyerahkan putri, lalu tancap gas ke dalam kamar toilet.
Di depan meja bundar yang kecil, hanya terduduk saya dan putri saja berdua. Sebagai bentuk terima kasih atas fasilitas toilet yang kami tumpangi, saya pun membuka buku menu. Dibukalah halaman demi halaman, sambil melihat pilihan menu satu per satu. Tak lama kemudian, menunya saya tutup lagi.
Ebuseeet, ini menunya pada mahal-mahal amaaat. Mau pesen kopi atau minuman yang harganya standar, eh pada kosong. Mau pesen makanan, eh kitanya masih pada kenyang. Saking bingungnya, buku menunya pun saya tutup lagi. Nunggu Thina aja deh, kali dia mau sesuatu.
Sekitar 10 menit kemudian, Thina kembali dari tempat persemediannya.
“Udah… ngeplong?”, tanya saya ke Thina yang raut mukanya lebih bersinar.
“Udah, Alhamdulillah. Kamu udah pesen?”.
Saya menggelengkan kepala, lalu bertanya balik, “Kamu mau pesen sesuatu ga?”. Buku menu pun saya serahkan ke Thina.
Thina membolak-balik menu, melihat satu per satu menunya dengan sesama, kemudian tersenyum. Senyum yang saya bisa artikan maknanya sebagai, “Kayaknya aku juga ga pengen pesen apa-apa deh”.
“Jadi kita pulang nih?”, saya mencoba memastikan.
“Iya, pulang aja”, jawab Thina dengan sedikit cekikikan.
Satu… Dua… Tiga…..
Akhirnya kami pun ambil langkah seribu, berjalan menuju pintu untuk segera melarikan diri dari cafe Jabarano ini. Ketika melewati pintu, kami melihat beberapa orang yang sedang berbaris mengantri. Etdah, udah waiting list aja.
Melihat pemandangan itu saya dan Thina cuma bisa menahan tawa, sebelum akhirnya tawa kami lepas sepenuhnya ketika posisi kami cukup jauh dari Jabarano Coffee.
“Bener-bener yaaaaa.. udah mah bikin orang nunggu lama. Eh kita masuk ke dalem cuma numpang berak doang. Huahhahahah”. Kami berdua lanjut tertawa sepanjang jalan kembali menuju ke parkiran motor.
Belakangan saya baru tau, kalo ternyata Jabarano Coffee tuh restoran punyanya Ridwan Kamil. Aduuuh.. Punten pisan ya pak, maafkan kelakuan saya dan istri.
Punteeeen pisan ini mah. Hiyahahaha
Depok, 1 Februari 2024
Ditulis sambil melihat air hujan yang tumpah ruah tiada henti.
Hahahahah kalian mah kocak memang . Untung ga jadi masuk rumah hantu yaaa. Ga kebayang kalo di dalamnya mulai mules .
Braga mah banyak yg bilang memang surga kuliner. tapi aku blm pernah kesana mas . Selalunya ke Lembang Mulu. Penasaran Ama toko2 kue jadulnya kata temenku enak2 dan legend kan.
Naah kafe pak RK juga enak kata temenku pecinta kopi. Itu juga mau aku masukin dlm dftr coba kalo ke bandung. Tapi ngantri panjang ternyata yaa
Braga emang legend banget, kalau ke Bandung mesti ke Braga biar berasa udah ke Bandung. Banyak spot kece, terus area kulineran menarik. Nah apalagi mampir ke toko kue Lakker, banyak kue jadul.
Wkwkwkwk, aku baca nya ikutan bayangin betapa ga enak dan deg-deg an nahan mules sambil cari toilet. Untung ketemu Jabarano Coffee, terselamatkan dan jadi plong..
Ada-ada aja emang hehhehehe sungguh kisah kocak yaaa, masuk ke kafe numpang ke toilet dan momen ngakak bareng nya bisa jadi kenangan seru buat diceritain berulang nantinya..
Hahahaha, aduuuh.
Saya baca ini sambil ngeteh, jadi muncrat deh. Ah, kalian mengingatkan saya saat muda dulu, sering sekali kabur dari rumah makan gara-gara lihat harga menunya yg tidak sesuai isi dompet, tapi tidak numpang berak juga kali, bahahaha.
qkqkqkk ya ampuunn, ngakak guling2 bacanyaaaaa, beneran dehhh sesuai branding frugal traveler tapi aku klo jadi dirimu mungkin yaaa sama aja mas ntah kenapa, di banyak tempat yg so called viral, atau lokasi wisata/khas tuh resto/kafe jualannya overprice
dan mereka kyk cuek aja kagak nyediakan fasilitas basic seperti toilet yg proper
mungkin gegara ngerasa toh pasti rameeee ini mah, gt kali yhaa
Wkwkkw ampuun dah. Udah kayak FTV komedi ini blogpostnya. Awas ya entar Thina baca lalu dia protes.
Baru tau ada toko Tahilalats di Bandung. Emang lucuu ya komiknya.
banyak keseruan di jalan Braga ya kang, dari yang jadul sampe dengan yang modern. Semuanya tersaji apik disana. Perjalanan liburan ini memang menyenangkan dengan segala pernak pernik kelucuannya. Seru ya bisa menghabiskan waktu bersama keluarga
Haaa, aku antara kepingin ke sini tapi setiap kali ke Bandung pasti bawa nyokap, jadi agak ragu2. Apalagi karena tempatnya masih baru dan pasti rame sama pengunjung. Lumayan jadi tahu suasananya di sana gimana 🙂
Hahahahhaa… dimaapiiiin… wkk,
soalnya kocak banget sih…
Aku juga baru lewat Braga bbrp hari lalu, baru liat toko tahilalats juga, sayangnya gak bisa mampir krn pas ada jadwal yang mepet banget ke tempat lain.
Sempat lihat wahana hantunya juga di seberang tahilalats, aku tuh sika takjub sama orang yang merasa ditakut-takuti adalah sebuah hiburan… hahaha…
*mungkin dasarnya aku penakut*
Wkwkwkkwk kalian ini loh, kalau ketemu pengen deh geret balik sini duduk sama saya di kafe itu, anw membaca tulisanmu kamu tuh manis deh sama istri ( dengan caramu ) wkwkkwk
Sering2 pakai jurus 90 yaa biar irit wkwkwkwk
Eh, aku suka baca tahi lalat di webtoon dulu. Ternyata ada tokonya ya di situ. Mau banget liburan ke Bandung, pengen nikmati suasana yang khas dari “Paris”nya Jawa. Dan Astagaaa…. Bisa-bisanya ngibrit langsung abis BAB tanpa basa-basi beli apa gitu (tapi kayaknya di cafe itu enggak ada makanan atau minuman yang sekadar basa-basi ya hehe). Lucu banget bisa sefrekuensi gitu. Aku Ama suami suka debat kalau masalah gituan. Suami gampang enggak enakan, dikit-dikit malu. Jadi misal aku sama suami yang disitu, pasti dia tetap beli meskipun endingnya bikin aku bad mood. Hhhmmm
Ya ampun malah nyumbang lagi di kafe orang haha Alhamdulillah saved by Pak RK ya..ini kafe yang mamaku foto-foto di depannya bareng bestie pas ke Bandung beberapa waktu lalu buat cobain Whoosh. Bukannya ngopi malah foto-foto..
Bacain artikel ini jadi ingat saya setiap kali ke Bandung pasti dah ke Braga, entah kenapa meskipun selalu penuh dengan orang dan aktivitas lainnya, tempat ini selalu menarik untuk dikunjungi dan saya pastinya juga akan mengunjungi toko kue Lakker ini Mas, wajib banget karena ada kue favorit saya di sana, meski pun ya sering ga kebagian duduk hehehe, antrinya panjang tapi karena demi dapat kuenya saya rela antri hehehe
Ah senang sekali membaca tulisan ini. kemarin juga baru dari Braga,cuman karena hujan tidak bisa menikmati suasana jalan ini dengan maksimal. tapi jadi kebayang kalau misalnya bisa jalan-jalan di sana ,pasti nemu hal yang menarik dan kocak seperti dalam tulisan Ini.dan saya juga nggak akan lapor ke Pak Ridwan Kamil ya hehehe
Pliiss..wakakakkaa….
Sayapun KZL dengan cafe dan resto di Bandung yang terlihat mentereng tapi minim toilet dan tempat sholat. Kan yaa… gimana kalo halan-halan tus kedinginan dan butuh ke toilets yaa..
Btw, Jabarano Coffee rasanya bukan punya Pak Emil, ka..
Pak Emil cuma yang ngeresmiin aja. Etapi gatau diink, hihihi.. soalnya cabangnya ada 2 di Kota Bandung.
Alhamdulillah~
Akhirnya main ke Braga-nya sakses yaa.. Hihihi, mission completed.
Aduh Braga, kangen main ke sana. Padahal orang Bandung. Hahaha, terakhir lewat ke sana aja, itu juga kayaknya bulan lalu. Biasanya ke Braga kalo nonton aja sama minum kopi. Kangen jalan di Braga di sore hari yang gerimis, romantiiiiis. :)))
Udah lama gak main ke Bandung mas..apa kabar Bandung yah, tambah macet paling ya hehe…emang yah kadang kalo lagi kebelet boker suka gak pandang waktu dan tempat,namanya aja kebelet…untung ada kafenya pak Ridwan Kamil , maapkeun ya pak
Hahaha, iya nih bu. Namanya BAB kadang ga ketebak momennya
wkwkwkwkwk sungguh sebuah pengalaman yang membagongkan dan tak pasti tak pernah terlupakan..udah di uplot di IG tag pak ridwan kamil belum mas??? dijamin ini pasti bakal viral dehhh hahaha mayan buat promosi blog gratis juga looo sapa tau nanti trus dapat banyak kerjasama ya kannnnn hehehehe
Tidaaaak, jangan sampe pak ridwan kamil tau mbaak, hahaha
Braga itu selalu ramai. Apalagi kalau akhir pekan dan pas liburan. Bakal macet dan lebih baik jalan kaki di sana. Kemarin ke bandung juga menyempatkan untuk jalan kaki di braga.
Pas lewat jabarano pun melihat antrean panjang para pengunjungnya. Di dalam pun juga terlihat ramai. Aku kadang udah malas masuk kalau mesti antre panjang dulu.
endingnya hahaha
kadang kalau yang namanya mules dan sejenisnya bikin kesel,, apalagi aku yang sering event kantor di luar atau lapangan, jarang minum air, takut susah ke toilet, memang kadang sesekali numpang di rumah warga
Toko Tahilalats ini bikin aku penasaran, pernah denger dan tokohnya lucuk gitu bentukannya hahaha.
permen Yosan, ini mah permen aku zaman SD dulu, jajanan murah meriah dan suka nyari nyari huruf tertentu gitu