Rencananya, kalau tidak ada halangan dan rintangan yang menerpa, awal bulan Juli nanti Saya dan Thina akan pindah ke daerah Bekasi Kota. Kebetulan udah nemu salah satu sewa kontrak rumah yang lumayan murah dan jaraknya ga begitu jauh dari tempat kerja saya. Sementara kalau Thina, untuk akses menuju LRT Cikunir 1 lumayan dekat, jadi ga susah lah untuk akses menuju ke Jakarta.
Eh tar dulu, tar dulu.. Emang selama ini tinggalnya dimana?
Yha, mungkin sebagian dari kalian sadar, kalau seluruh penghujung dari tulisan saya itu selalu ada semacem watermark berisi lokasi dan tanggal penulisan. Nganu, yang kayak gini lho…
Depok, 12 Mei 2024
Ditulis sembari melihat langit kelabu yang bermuram durja
Nah, kalau kalian sering baca tulisan saya sampai akhir, mungkin akan sadar kalau ending tulisan saya senantiasa berisikan dua lokasi rutin, kalo ga Bekasi ya pasti Depok. Kenapa begitu?
Soalnya kebetulan, saat ini saya memang tinggal di daerah Cimanggis, Depok. Sementara lokasi tempat kerja saya ada di Pondok Gede, Bekasi. Sehari-harinya ya pulang pergi naik motor diantara dua kota itu. Jadi kalau watermark-nya di Depok, itu artinya ya saya ngelarin tulisan sepulang kerja. Tapi kalo di Bekasi, itu artinya saya lagi curi-curi waktu nulis di tempat kerja, hehehe
Nah, kembali ke cerita lagi. Sekitar dua tahun terakhir ini sebenarnya sih so far so good lah ya. Berhubung Saya dan Thina sama-sama kerja, jadi dalam keseharian putri bakal di-handle sama orang tua saya. Itulah alasan utama kenapa akhirnya saya mau pindah ke Depok. Soalnya kebetulan yang masih bisa ngasuh itu cuma orang tua saya aja. Ibunya Thina sudah terlampau berumur, sehingga tak cukup kuat untuk mengimbangi fisik putri yang sering lari-lari dan ajrut-ajrutan.
Namun, setelah mengalami pasang surut dan beberapa kali diskusi dari hati ke hati, akhirnya kami pun memutuskan untuk pindah dan kembali sewa rumah. Beberapa pertimbangan kami, diantaranya adalah :
- Jarak yang terlampau jauh.
Dari Cimanggis ke Pondok Gede tuh dibilang jauh banget sebenernya ya enggak. Tapi pas dilakoni mah ya tetep berasa juga. Kalo ditambah jarak tempuh ke stasiun untuk antar jemput, kurang lebih sehari tuh saya bisa menempuh 70 Km dalam satu hari.
Dan menurut saya ini kurang baik, sebab pas sampe rumah saya jadi terlalu lelah untuk melakukan hal-hal produktif. Jangankan mau nulis, mau maen sama anak aja kadang udah keburu nge-blank duluan.
- Orang tua kita sudah bukan masanya untuk ngasuh.
Mulut orang tua boleh saja berucap, “udah, ga capek kok”, “Halah, dijalanin aja ngapain dipusingin”. Tapi yang pasti, umur dan fisik mah gabisa bohong. Adakalanya satu waktu, ibu saya sakit perkara asam lambungnya kumat lagi. Usut punya usut, ternyata saking sibuknya megang putri sama urusan rumah, akhirnya dia malah lupa buat makan. Hmmm.. dilema kan jadinya.
Kesimpulannya, orang tua kita memang sosok yang telah berhasil membesarkan kita hingga sekarang. Tapi bukan berarti, ia siap juga untuk membesarkan seorang cucu. Adalah lebih baik untuk membiarkan orang tua menikmati masa tuanya, ketimbang menambahkan beban tugas baru bernama cucu. Sesayang apapun dia sama cucunya.
- Perselisihan seputar parenting
Nah ini yang lumayan sering terjadi dalam kasus-kasus seperti saya. Ketika anak dititipkan ke orang tua, kita sebagai ayah dan ibu seringkali jadi tak punya kuasa dan kontrol sepenuhnya kepada anak. Dan hal inilah yang akhirnya seringkali bikin perselisihan antara kita, istri dan orang tua.
Orang tua pengen ngasih es krim, tapi istri bilang ga boleh. Akhirnya suami lah yang bingung mau bela siapa. Orang tua mau ngasih tontonan gadget, istri gamau anak nonton sama sekali. Akhirnya ya jadi benih keributan lagi.
Sebenarnya ada enaknya sih tinggal bareng sama orang tua. Ga perlu bayar sewa kontrak, jadi pengeluaran pun bisa lebih diminimalisir. Tapi ibarat pepatah : jauh bau bunga, dekat bau tahi. Adakalanya kalau sudah berumah tangga, lebih baik jika tinggal sendiri saja. Setidaknya, belajar hidup mandiri, tidak menyusahkan siapapun, dan tak menimbulkan benih perselisihan apapun.
Dan diantara berbagai hal yang sudah kami diskusikan perkara pindahan, masih ada 1 hal yang memberatkan kami dalam setiap rencana pindah rumah ini.
“Nanti Putri siapa yang ngasuh?”
Dan yah, setelah diskusi panjang lebar pun akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan jasa.. Daycare.
Berat Untuk Memilih Daycare
Jujur, keputusan untuk menitipkan anak ke daycare itu sebenarnya cukup berat. Kala itu di malam hari ketika mencari info daycare di sekitar Pondok Gede, saya saja sampai tak kuasa menahan air mata di depan layar laptop. Sedih aja gitu, membayangkan kalimat “anak dititip di penitipan anak” akan menjadi frasa yang menemani saya ke depannya.
Belum lagi pas baca-baca komentar netizen di Tiktok, “lho kok dititipin sih? Kasihan kan golden age itu harusnya sama orang tua”.
Ya, kalo itu memang benar sekali. Tapi perlu diingat, ada tiga hal yang mungkin bisa jadi pertimbangan.
Pertama, jika istri ingin membantu menambah penghasilan suami dengan bekerja, buat saya it’s okay. Apalagi biaya hidup dan inflasi dari tahun ke tahun kan memang cukup terasa. Jadi sebenarnya hidup dengan mengandalkan satu penghasilan ya cukup beresiko.
Kedua, kasusnya istri memang masih ingin bekerja. Nah, ini juga saya akan support sepenuhnya. Kenapa? Karena dikhawatirkan kalau tiba-tiba saya larang dan suruh berhenti, yang ada nanti dia bakal jadi stress. Kaget, dari yang biasanya kerja kantoran tiba-tiba diem aja di rumah ga kemana-mana.
Menitipkan anak ke daycare bukan berarti kita kehilangan momen golden age sepenuhnya. Kan masih bisa juga kita interaksi sama anak ketika pulang kerja, atau nanti ketika hari libur di Sabtu dan Minggu.
Alasan Kenapa Lebih Baik Ke Daycare
Selain menitipkan anak ke Daycare, sebenarnya ada opsi lain juga yang bisa digunakan. Salah satu yang paling populer adalah dengan menggunakan jasa pengasuh atau mbak. Cuma masalahnya, menemukan pengasuh yang cocok itu ibarat mencari jarum diantara tumpukan jerami. Susah!
Ga segampang itu untuk menunjuk orang untuk mengasuh anak kita. Kalau salah pilih, yang ada nanti kayak kasus yang pernah viral beberapa waktu lalu. Dimana ada pengasuh yang sampe tega mukulin anak majikannya. Ada juga pengasuh yang gamau pusing, sehingga anak dijejelin Youtube aja terus seharian.
Atau ga usah se-ekstrim itu deh. Anggap lah si mbak-nya baik hati dan tak punya maksud jahat, tapi tetap ada sisi kurangnya; yakni minimnya teman sebaya untuk sang anak. Dan ini bisa berpengaruh ke kemampuan adaptasi sosial si anak lho.
Dan itulah kenapa, ada baiknya kita menitipkan anak ke Daycare saja.
Pertama, di Daycare itu anak bakal berkumpul sama teman-teman seumuran. Sehingga dia bisa lebih banyak bermain, berinteraksi, dan tentunya jauh-jauh dari gawai dan berbagai perangkat lainnya.
Kedua, mencari daycare itu nggak sesulit mencari mbak. Ga seperti pengasuh yang biasanya didapatkan lewat penyalur atau rekomendasi tetangga, Daycare itu bisa kita temukan dengan mudah lewat aplikasi Google Maps. Tinggal cari aja, lihat foto-fotonya, baca ulasannya, lalu hubungi dan tanyakan harganya jika tertarik.
Jatuh Hati Dengan Daycare Kesayangan
Setelah mencoba mencari-cari informasi, saya mendapati ada 4 Daycare yang berada tak jauh dari lokasi tempat kerja. Dan dari 4 opsi itu, 2 langsung kami eliminasi karena harganya terlampau tinggi (buset dah sampe 3-4 juta sebulan). Sementara dari 2 sisanya, 1 kami blacklist karena rating yang rendah, dengan beberapa bintang satu dari para orang tua. (red flag, tentu saja)
Tersisalah satu kandidat terakhir, yang bernama Daycare Kesayangan.
Sebenarnya, ga ada yang sepenuhnya istimewa dari Daycare ini. Diintip dari Google Maps, Daycare Kesayangan berlokasi di Jaticempaka dengan jarak sekitar 500 meter dari jalan raya. Gedungnya nampak tua, dengan fasilitas yang tak terlalu banyak. Hanya ada tempat tidur, kamar mandi, dan area bermain yang beralaskan karpet puzzle.
Namun ada hal lain yang membuat kami akhirnya jatuh hati. Kala pertama survey ke lokasi, saya bertemu Bu Pipin, yang dengan sabar menjawab dan menjelaskan seluruh pertanyaan yang saya ajukan. Sesekali ia memantau kembali anak-anak yang ada disana, sembari memberikan arahan dengan bahasa yang santun.
Entahlah, ada sesuatu dari sudut mata Bu Pipin yang membuat saya terkesima. Dari gestur tubuh dan caranya berinteraksi dengan anak-anak, saya menemukan aura keikhlasan yang mendalam. Anak-anak yang ada disana pun jumlahnya sedikit saja, tak sampai 10 anak. Dan mereka semua nampak hormat dan menyayangi beliau.
Belakangan saya tau, ternyata ada salah satu anak disana yang sudah dirawat dari umur 9 bulan sampai 4 tahun. Whaw.
Sosok yang seperti inilah yang membuat kita para orang tua, jadi lebih tenang kala meninggalkan anak tercinta.
Selain itu, biaya disini juga cukup murah. Tak ada uang pangkal, ini dan itu. Jika menitipkan anak selama satu bulan full (weekdays only), biayanya adalah Rp. 1.450.000,- untuk anak dibawah 3 tahun. Rp. 1.350.000,- untuk anak diatas 3 tahun. Sementara kalau harian itu kenanya Rp. 110.000,-
Dan karena kami tidak berencana untuk menitipkan Putri di jadwal WFO-nya Thina saja (Selasa, Rabu Kamis), yang artinya cuma 3 kali dalam seminggu. Itu saya dapat info kalau per bulannya hanya Rp. 975.000,- saja. Rate segitu tuh udah termasuk makan 3x ya.
Sejauh saya mencari, ini rate yang paling murah. Di tempat lain, dengan kondisi yang sama bisa kena hampir 2 jutaan.
“Kenapa disini bisa murah? Soalnya kita ngebangun sendiri, jaga sendiri mas. Terus dari sisi fasilitas juga kita kan terbatas, ga yang lengkap banget”
Ya kalau itu memang iya sih ya. Tidak ada ruangan khusus bermain, dan mainannya juga ga yang lengkap banget. Tapi dengan kondisi tersebut, anak-anak justru jadi ‘ngeriung’, ngumpul dan main bareng sehinggal lebih banyak interaksi. Dan tentunya ga ada yang namanya gadget-gadget-an ya.
Siang hari, saya mendapatkan chat WA dari Bu Pipin. Ternyata beliau mengirimkan foto putri yang sedang siap-siap makan, serta informasi lauk apa yang dihadirkan hari ini. Ngeliat fotonya asli, saya terharu banget.
“Ya Gusti, ini anak cepet banget gedenya ya…”
Hari itu waktu berjalan dengan begitu cepat dan lancar. Sekitar jam 16.45, saya pun bergegas untuk menjemput Putri kembali, ditemani oleh kakak saya. Dan yap, Putri pun nampak sudah bersih berbinar karena baru saja selesai dimandikan. Saat matanya mengintip kami di depan gerbang, langsung saja ia berteriak “Wawaaaa…” (re : Panggilan Uwa), sambil lari-lari keluar gerbang.
Oke Put, yuk mari kita pulang…
———-
Dan sepertinya cukup segitu saja cerita saya hari ini. Kalau kalian, pernah coba titip anak ke daycare juga ga nih? Cobain yuk cerita, siapa tau ada pengalaman menarik. Tulis di kolom komentar yaaa!
Bekasi, 13 Juni 2024
Ditulis ketika Putri sedang tertidur di kolong meja kerja.
Semangat penulis kadang naik turun, jadi boleh lah support biar update terus.
Silahkan klik link dibawah
Atau bisa juga dengan cara transfer ke :
BCA : 6871338300 | DANA : 081311510225 | ShopeePay : 082110325124
Ya ampuuuun seandainya aku Nemu daycare yg seperti ini mungkin anak2ku juga bakal masuk kesana.
Ga pernah naro anak di daycare, Krn kebetulan dari awal hamil aku memang udh dpt pengasuh anak mas. JD dulu anak2′ diasuh babysitter mereka. Bisa dibilang aku dan suami beruntung kalo masalah asisten dan pengasuh. Beruntung Krn kami ga pernah cari, tapi selalu ditawarin tetangga dan semuanya baik2. Satu orang udah meninggal Krn sudah tua juga, dan 3 lagi resign setelah kerja 2 THN, 3 THN dan 7 tahun. Itu juga Krn hamil dan PGN fokus Ama keluarga.
Yg tersisa skr asisten rumah, babysitter udh ga pake Krn anak2 udah besar.
JD memang dulu aku ga pernah kepikiran cari daycare jadinya. Sudah terpenuhi dari babysitter. Tp seandainya dapat day care yg begini, serius aku juga mau sih
yaaahhh anakku dah 17 thn mas.
pas dia kicik dulunkok yhaaa ngga kepikir buat daycare-in desee.
padahal asik banget yaa, bocah klo di daycare yg reliable bisa dapat teman dan pengalaman yg enjoyable
Beginilah dilema wanita karir ya tapi lama2 dek Putri akan ngerti kok kalau mamanya kerja juga demi masa depannya.
Memang lebih baik pisah rumah Mas kalo udah nikah. Apalagi kalau ada anak. Takut nanti anak ribut lalu tidur siang mbahnya terganggu, dll.
Mengenai daycare setuju aja karena anak jadi belajar sosialisasi. Nahh dulu jaman gadis aku pernah kerja jadi nanny di daycare hehehehe. Seneng banget karena bisa momong anak2 imut. Dan mereka juga enjoy. Walau ada 1 yg selalu minta pulang kalau siang. Akhirnya aku ajak muter-muter aja baru balik ke daycare.
Cimanggis depok-bekasi bisa dibilang jauh mas. Apalagi kalau perjalanan dengan segala kemacetannya. Dulu aku pernah naik sepeda bekasi-UI depok dengan jarak sekitar 70km.
Belum pernah mengalami kehidupan rumah tangga sekaligus dengan anaknya. Tapi aku sadar kalau mencari pengasuh untuk anak. Tidak jarang banyak anak yang kurang cocok dengan pengasuhnya. Kalau cocok bakal bertahan sampai beberapa tahun. Bahkan ketika anak beranjak remaja, pengasuh akan dianggap seperti keluarga sendiri.
Semangat mas fajar dan istri. Semoga semuanya berjalan dengan baik, begitu juga dengan putri
Dilema banget memang saat sudah berumah tangga dan kedua nya tetap bekerja. Dari sisi perempuan, kalau full di rumah rasanya bakalan kaget banget sih aslik. Biasa kerjaa dan interaksi sama teman kantor kan, udah gitu bisa berpenghasilan juga.
Nah Daycare memang solusi terbaik, rasanya agak gak enak kalau nitip anak ke orangtua. Mereka sudah lelah membesarkan kita anaknya masa iya dibebankan ngasuh cucu dan pasti akan ada banyak perselisisihan cepat atau lambat terkait parenting.
Syukurnya mas dan istri menemukan daycare yang sangat rekomen. Terlihat si Ibu merawat anak-anak sepenuh hati. Sampe ada yang sudah lama banget dititip ya. Beneran terpercaya dan secara fasilitas pun mumpuni. Jadi selaku orangtua bisa lebih tenang menitipkan anak ke daycare ini. Nice info, semoga bisa jadi rekomendasi buat teman-teman yang cari daycare di lokasi tersebut.
Bingung ya kalau suami istri sama”kerja, jadi dilema, kadang susah ketemu pengasuh yang beneran tulus, kadang kuatir juga kalau di tinggal, apa iya si anak akan senyaman itu, syukurnya ketemu tempat yg cukup nyaman,anak jadi bisa membaur dan aktif juga.
Sukses selalu, ka Fajar dan ka Thina.
Memang untuk menjadi seorang perintis bukan pewaris tuh membutuhkan ketegaran sekuat baja.
Semoga apapun keputusannya, bisa saling mendukung dan memberi semangat.
Seninya berumah tangga tuh begini yaa.. Indah dan kadang dilema tak berkesudahan.
Tapi percaya kalau keputusan orangtua tentu yang terbaik untuk anak.
Adik aku juga lebih pilih anaknya dititip ke daycare, supaya bisa bersosialisasi juga. Dan salah satu hal yang jadi poin pemilihannya adalah apakah di sana ada pengenalan ringan seputar agama, misalnya pas mau makan berdoa dulu.
Hal ini penting untuk menanamkan rasa memerlukan Allah hingga dewasanya nanti…
Nggak sadar jadi meweeekkk bacanyaaaaaa.
Ingat banget dulu saya juga pernah masukin si Kakak waktu usia 4 tahun ke daycare yang sederhana kayak gini.
Biayanya lumayan terjangkau, trus berhadapan dengan sekolah Paud dan TK, jadi anak saya pagi dianter ke sekolah, pulangnya dia ke tempat penitipan itu, sore saya jemput.
Cuman nggak enaknya, kerjaan saya itu selalu lembur, alhasil kena biaya lembur juga karena jemput telat.
Mana si kakak pas dijemput udah sedih nangis, melas.
Btw, salut sama dirimu deh, seorang ayah yang mau memikirkan hal-hal begini.
Betul banget, masalah parenting ibu sekarang dan ibu dulu tuh beda. Tak jarang bikin pertengkaran.
Selain itu, nggak enak juga membebani orang tua mulu, biar kata orang tua bilang nggak apa-apa.
Semangat ya, semoga Putri betah dan happy di tempat baru bersama teman-teman, dan tumbuh jadi lebih mandiri, aamiin
Akupun sama mbak, nangis ketika hari pertama menitipkan anakku. Soalnya dia bener-bener nangis kenceng banget ga berhenti, nampaknya karena kaget ditinggal di tempat baru bersama orang asing. Itu aku sampe 10 menit diem di depan gerbang daycare-nya, dan dia masih belum berhenti nangis.
Tapi yaa, seiring waktu akhirnya putri mau adaptasi juga. Sekarang mulai keliatan betah, dan ada perkembangan dari sisi kembang tumbuhnya.
Antara cabaran hebat bagi ibu bapa yang bekerja dan ada anak kecil ialah baby sitter
mahu taua tidak mahu terpaksa lalui saja
Iya, mau tidak mau harus dijalani mas
ikutan terharu baca cerita Putri di daycare,anak cantik semoga sehat selalu ya.betah juga di day care nya
btw saya jg belum pernah nitip anak di day care.Alhamdulillah semasa bekerja di Jkt dl..dari 5 bulan, anak pertama kami nemu pengasuh yang cocok.pengasuh pulang pergi gt dan berlanjut sampai anak ke-2 dan anak ketiga.
walau skrg udah krj sama kami lagi dan kami dah pindah pula dr depok, alhamdulillah silaturahmi msh terjalin hihi.