Sepulang dari acara Field Trip di Agro Edukasi Ragunan beberapa waktu lalu, kepulan asap semangat langsung memenuhi isi kepala saya. Ragam isi oleh-oleh yang kami bawa dari perkebunan kala itu, akhirnya membangkitkan kembali hasrat dalam diri ini yang sudah lama terpendam.
Padahal isinya sederhana saja ya. Hanya sebuah benih terong yang sudah disemai, serta seekor ikan nila yang dibungkus dalam plastik bening. Tapi kedua benda itu menjadi pengingat akan rencana saya yang sudah cukup lama terbengkalai.
Yap, saya ingin berkebun dan berbudidaya di atas balkon rumah!
Hasrat Berkebun yang Akhirnya di Reboot!

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya mengurus tanam-tanaman ya. Dulu ketika masih tinggal di rumah mertua, saya sudah terbiasa mengurus berbagai tanaman yang ditanam di area balkon rumah.
Bahkan, saya ingat betul dulu buah jambu yang ditanam di pot itu bisa berbuah, lalu dinikmati bersama. Yhaa, walaupun itu jenisnya jambu kancing sih ya, alias buahnya kecil-kecil. Tapi ya ndak papa, yang penting ada hasilnya.
Semenjak pindah rumah, project tanaman di lantai atas pun jadi terbengkalai, nggak ada yang ngurusin. Akhirnya di satu kesempatan, saya pun memutuskan untuk membawa semua pot di lantai atas untuk dibawa ke rumah.
Daaan, update terakhir cuma sampai disana saja. Karena setelahnya, saya memutuskan untuk menunda reboot project tersebut karena satu dan lain hal.
Barulah di Bulan September kemarin, setelah mendapatkan asupan semangat yang cukup deras, saya memutuskan untuk merapihkan area balkon rumah, agar kemudian bisa ditanami berbagai tanaman yang bermanfaat.
Tapiiii, saya nggak langsung asal cuss begitu aja.
Agar project ini bisa lebih produktif dan long lasting, saya pun memutuskan untuk membeli berbagai peralatan persiapan. Diantaranya adalah :
- Sambungan selang (20 ribuan), untuk menyiram tanaman.
- Tanah Media Tanam (20ribu/karung), saya beli 2 karung.
- Solder listrik (15 ribuan), untuk memotong jerigen dan botol bekas.
- Rak plastik (25 ribuan), untuk tanaman bertumpuk.
- Gunting pruning (15 ribuan), untuk memotong dahan layu.
- Botol Sprayer 2 L (25 ribuan), untuk menyiramkan pupuk cair.
- Pupuk Vit-O (20 ribuan), untuk membuat tanaman lebih sehat.

Untuk bibit-bibit tanaman, itu saya beli secara online juga. Adapun untuk kebun mini saya ini, saya selalu punya kriteria tanaman yang ‘produktif’. Dalam artian, tanaman yang saya beli bukan untuk keperluan estetika aja, tapi sebisa mungkin ada manfaatnya yang mungkin suatu saat bisa digunakan.
Itulah mengapa akhirnya saya memutuskan untuk membeli bibit jambu kancing, jeruk purut, cincau, pandan, stevia, dan masih banyak lagi. Tanaman-tanaman ini mungkin belum tentu akan berbuah. Tapi setidaknya, batang dan daunnya bisa dimanfaatkan suatu waktu nanti.
Dan meski dikirimnya lewat ekspedisi biasa (bukan kurir instant), tapi tetap aman kok. Ya emang agak layu dikit si, tapi setelah beberapa hari, biasanya bakal seger lagi kok tanamannya.
Setelah semua peralatan dibeli, saya pun langsung memulai semua pekerjaan. Semua pot dibersihkan, sementara jerigen dan botol bekas saya potong untuk kemudian dialihfungsikan. Tanah media tanam pun saya masukkan ke dalam wadah satu per-satu.

Well, so far so good lah ya. Sampai tulisan ini ditulis, beberapa tanaman sudah tumbuh cukup pesat. Batang yang sudah layu saya potong, dan berganti dengan ranting baru yang terlihat lebih segar.
Untuk perawatannya, saya senantiasanya menyempatkan waktu untuk menyiram sekitar 2 hari sekali (pagi dan sore). Sementara untuk pemupukannya, saya lakukan sekitar 2 minggu sekali.
Caranya simpel kok, cuma campur 2 tutup botol pupuk cair ke dalam 2 liter air, lalu semprotkan ke dahan dan tanah dengan botol sprayer. Wis, gitu aja.
Nih, putri aja gak mau kalah semangat lhoo ikut produktif kayak saya, ngoehehe.
Budidaya Lele di Media Galon Bekas
Nah, kalo yang satu ini bisa dibilang saya udah jadi ‘korban tiktok’ kali ya. Soalnya, jauh sebelum keberangkatan ke Agro Edukasi Ragunan, Thina tuh udah berkali-kali ngasih racun berupa video budidaya lele dalam galon ini ke saya.
“Tuh Pih, kayaknya seru tau beternak lele gini”
“Ayo pih, kita juga pasti bisa bikin beginian”
Saya mah mesem-mesem bae pas dengernya juga. Soalnya saya tau persis, Thina ini semangatnya cuma sampe bagian ngompor-ngomporin aja. Sisanya dari awal perencanaan, eksekusi dan maintenance tentu saya semua yang ngurusin.
Thina…Ngasih makan ikan? ganti air ikan? Heleh, HIL YANG MUSTAHAL!
Tapi setelah kembali dari acara field trip beberapa lalu dan dapet bingkisan ikan nila, akhirnya saya pun mulai tergerak untuk membuat project budidaya lele in the galon ini menjadi sebuah kenyataan.
Hal utama yang jadi tantangan adalah, budidaya lele dalam galon ini nggak segampang yang orang kira. Nggak yang kita beli benih lele, masukin galon, tunggu seminggu.. langsung panen ratusan ekor. Nggak gitu ya…
Kalo segampang itu mah, umur 2 bulan Putri udah naek haji keleus!
Jadi sebelum mulai, saya coba riset informasi dulu dari berbagai media. Mulai dari Tiktok, Youtube, Google, Bahkan ChatGPT.
Dan hal pertama yang saya tau, meski medianya sama-sama di galon, tapi metode dan gaya yang digunakan bisa beda-beda lho. Di video yang pertama tadi misalnya, itu kan galonnya menghadap ke atas, dan area sekitarnya dilubangi. Tadinya saya mau coba pake cara itu. Tapiii, setelah saya cari tau lagi, ternyata gak efektif euy.
Nganu, karena volume air di dalam galon ini lumayan sedikit, jadi airnya mesti rutin diganti sekitar 20-30% setiap 2 hari sekali. Nah, masalahnya kotoran dan sisa-sisa amonia itu biasanya ngumpul di area bawah galon.
Kalo airnya dikuras dengan cara dimiringkan seperti video awal tadi, tentu kotorannya banyak yang tertinggal.
Jadi gimana? Well, singkat cerita, Saya pun memutuskan untuk pakai sistem galon menghadap ke bawah. Kurang lebih kayak di video ini :
Cumaaa ya teteup saya modif dikit. kalau di video itu, orangnya pake galon lain buat jadi penyangga galonnya. Nah, kalo saya mah pengen yang lebih proper dan estetik. Sehingga akhirnya saya checkout rangka besi dan keran yang siap tempel di mulut galon. Murah aja kok, sepasang ini abisnya gak sampe abis 20 ribu.
Udah sampe sana? Ooo tentu tidak.
Sebelum menambahkan ikan, air wajib diendapkan selama 2 hari, lalu ditambahkan campuran EM4 dan molase. Nah loh, apa lagi itu?

EM4, singkatan dari EM4 adalah larutan berisi mikroorganisme hidup yang menguntungkan untuk tanah, tanaman, hewan, atau pengolahan limbah. Mengandung Actinomycetes dan bakteri fotosintetik, Lactobacillus (bakteri asam laktat), serta Saccharomyces (ragi).
Sementara molase, adalah cairan kental berwarna cokelat tua yang merupakan hasil sampingan dari pembuatan gula (baik gula tebu maupun gula bit). Sifatnya manis, mengandung gula, mineral, dan sedikit nutrisi lain. Campuran keduanya bisa bikin ikan lebih sehat dan lebih josss pertumbuhannya.
Nah, sampai sini, sudah siap untuk dimasukin ikan nih. Belinya dimana? Di shopee juga?
Ehm, nggak ya. Kebetulan, di deket rumah saya ada salah satu penjual bibit ikan gituuu. Namanya ownernya Pak Haji Pi’ih, posisinya agak nyemil di Gg Madinah, Jalan Celepuk, Jatimakmur.

Sampai disana, kami langsung disambut dengan hamparan empang yang luas dengan berbagai bibit ikan di dalamnya. Ada ikan nila, mujaer, lele bahkan IKAN KOI! Asli, vibes disini tuh langsung berasa adem dan syahdu banget. Berasa lagi di ruangan pijat shiatsu, hahaha.



Tak buang banyak waktu, kami pun langsung menghampiri mas-mas yang berjaga untuk langsung memesan bibit lele yang kami inginkan. Harganya murah banget, cuma 400 perak doang per ekornya.
Kami beli cuma 20 ribu, dapet 50 bibit.



Daaan, kurang lebih itu aja sih proses yang harus dilalu sebelum akhirnya bisa memulai budidaya lele kecil-kecilan di galon ini.

Selanjutnya.. sama seperti berkebun, saya juga ngasih makan lele ini 2x sehari, di waktu siang dan pagi. Lalu untuk airnya pun selalu saya ganti sekitar 2 hari sekali, sebanyak 20 sampai 30% saja.
Update sejauh ini sih lumayan ya. Meski ada beberapa yang mati, tapi mayoritas bisa bertahan hidup dengan baik. Pertumbuhannya pun kerasa, meski gak yang pesat banget.

Oh iya, mungkin kalian akan bertanya. Kok itu pake aerator? Emang lele mesti pake aerator ya?
Jawabannya enggak ya teman-teman. Cumaaa, dari yang saya baca-baca, menggunakan aerator itu bagus untuk mengurangi tingkat stress lele, apalagi di area yang volume airnya tak terlalu banyak seperti galon ini. Katanya sih, kalo pake aerator.. jumlah lele per galon bisa lebih banyak, dan makanannya pun bisa lebih banyak.
Nganu, saya ini kan kadang sibuk yaaa… Kalo workaholicnya lagi kumat, pulang bisa ampe malem dan gak kepegang lagi deh ngasih makan sore-sorenya.
Okelah, itu aja cerita ngalor ngidul saya seputar berkebun dan beternak di atas galon. Gimana? Sudah cukup menginspirasi? Coba ngobrol di kolom komentar ya…
Bekasi, 13 Oktober 2025
Ditulis di sela-sela project website yang tak kunjung selesai.
Mantap Mas, semoga hasilnya memuaskan.
Saya juga dari dulu dalam pikiran udah pengen berkebun dan beternak. Tapi sampe sekarang masih sebatas dalam pikiran doang. Belum mulai selangkah pun.
Ayo semangat masss… Gaskeun untuk direalisasikan