THR dan Budaya Mengemis Sejak Dini

THR dan Budaya Mengemis Sejak Dini

Kalau ada satu kalimat yang saya paling benci, itu adalah kalimat berikut yang seringkali keluar dari mulut orang tua di momen hari raya.

“Eh, fulan kayaknya belum dapet THR nih dari om Fajar…”

“Mana, minta THR-nya dong om Fajar..”

Kenapa saya benci kalimat itu? Karena orang-orang yang mengucapkannya seringkali merasa santai-santai saja, tak berdosa sama sekali. Padahal, dengan mengatasnamakan anaknya untuk meminta THR seperti itu, dia telah menanamkan budaya untuk mengemis-ngemis sejak dini.

Dan orang macem begini tuh banyaaaaakkk… Makanya saya gemes banget. Perlu banget ini dibahas deh kayaknya.

Ngomongin Tentang THR

Bukan berarti saya menentang Tunjangan Hari Raya alias THR. Malahan, saya itu salah satu diantara jutaan orang Indonesia yang menanti-nanti dan berbahagia saat telah mendapatkan THR. Iyalah, siapa sih yang gak mau THR?

Cuma yang seringkali saya sayangkan, istilah THR itu makin kesini makin absurd dan kehilangan kemurnian maknanya.

Jika merujuk pada pengertiannya, THR itu adalah pendapatan non-upah yang wajib diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Karena sifatnya wajib, maka THR pun diatur secara dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Didalamnya tertuang aturan siapa saja yang bisa menerima dan berapa besaran yang akan diterima.

Dari sini definisinya cukup jelas ya? Wajib diberikan oleh pemberi kerja.. dan penerimanya adalah para pekerja yang tentunya telah bekerja sesuai dengan perjanjian kesepakatan kontrak kerja.

Nah, yang jadi masalah adalah…

THR Jadi Ajang Minta-Minta

Sedihnya, sekarang istilah THR itu nggak lagi semata merujuk ke aturan baku sesuai keputusan pemerintah seperti di atas. Pada prakteknya, ada banyak elemen masyarakat atau ormas-ormas yang sering terang-terangan mengajukan proposal atau permintaan atas nama THR.

Entah sudah berapa kali deh video ormas-ormas yang merangsek masuk dan meminta bertemu dengan direksi perusahaan untuk meminta ‘jatah THR’. Yah, untungnya sih beberapa diantaranya berakhir dengan rompi oren alias penjara.

Padahal mah ya, kalau boleh jujur.. atas dasar apa coba minta Tunjangan Hari Raya?

Kerja disitu juga nggak. Kontribusi pun nggak ada. Kok bisaaa pas hari raya tiba-tiba minta tunjangan? Nganu, dimana coba akal sehatnya?

Tapi sebenarnya saya sih gak begitu kaget ya. Kenapa bisa bermunculan manusia-manusia semacam ini, salah satunya adalah…

Budaya Mengemis Dibentuk Sejak Dini

Kembali lagi ke paragraf awal. Mengapa saya sangat tidak menyukai para orang tua yang terang-terangan meminta THR atas nama anaknya?

Karena sebenarnya, itulah titik awal kebiasaan segala kebiasaan buruk masyarakat bisa terbentuk! Ketika kebiasaan mengemis dan meminta ini dipupuk dan terus tumbuh subur dikala anak masih kecil dan tidak mengerti apa-apa.

Saya percaya, kalau apa yang kita biasakan pada anak, itu akan menjadi pengaruh yang luar biasa ketika anak itu tumbuh besar kelak. Jadi jangan ada peribahasa, “yaudah biarin aja.. namanya juga anak kecil”. Noooooo!

Justru, karena anak masih kecil, kita ajarkan kebiasaan baik. Supaya kelak nanti ketika anak tumbuh besar, kebiasaan itu akan kuat dan mengakar.

Saya sampai sekarang itu nggak merokok, salah satu penyebabnya ya karena di keluarga saya itu nggak ada yang merokok. Saya punya kebiasaan bangun pagi, ya karena Ibu saya memang terbiasa bangun pagi juga. Saya gak pernah meminta-minta THR, ya karena orang tua saya gak pernah membiasakan itu.

Jadi ingat, kebiasaan itu tidak hanya terbentuk, tapi juga diwariskan.

Itulah kenapa, di tiap momen hari raya, saya selalu mengharamkan Putri untuk meminta THR ke siapapun. Bukan berarti menolak ya. Prinsipnya, kalo ada yang ngasih ya monggo diterima. Tapi kalau nggak dikasih, maka haram hukumnya bagi Putri untuk meminta.

Kalau sampai terdengar Putri minta-minta THR, saat itu pula saya akan langsung menegur dan melarangnya. “Eeeh.. siapa yang ngajarin minta-minta begitu?.”

Dan ini berlaku gak cuma perkara THR ya. Dalam keseharian pun, pantang bagi saya untuk mengajak atau mendorong Putri meminta-minta.

Dan Alhamdulillah, meskipun sebenarnya Putri itu pemegang takhta tertinggi di keluarga (karena dia cucu pertama), tapi hampir tak pernah saya dengar ia meminta dibelikan apapun kepada Abah dan Nek-nya. Mendadak dibeliin mah sering, hahaha

Saya nggak mau, kalau-kalau anak sudah dibiasakan meminta-minta pada orang lain sejak dini, maka kelak kebiasaan itu akan terbentuk dan diwariskan secara turun-temurun.

Hasilnya? Ya begitu dah.. para orang-orang malas yang gak becus kerja dan gabisa apa-apa, tapi ujug-ujug minta THR.

Putus Kebiasaan Buruk, Mulai yang Baik

Sebagai orang tua, kita punya andil yang cukup besar dalam memutus kebiasaan buruk ini. Alih-alih mengajak anak meminta-minta, kenapa nggak coba biasakan untuk memberi saja ke sesama? Kan lebih positif ya…

Budaya itulah yang saya coba tanamkan ke Putri sejak dini. Ketika ada anak sepupu yang akan saya berikan amplop lebaran, saya nggak lagi memberinya secara langsung. Melainkan, saya minta pada Putri untuk memberikannya.

“Ini dari Putri yaaa…”

Semoga aja kalo gitu, anak jadi lebih membiasa untuk memberi ketimbang meminta. Jadi sampai kelak besar nanti, habit-nya adalah tangan diatas, bukan tangan dibawah alias ngemis-ngemis.

Eh, tapi kalo orang tua yang dikasihnya gak ngasih balik, gimana?

Walah.. itu mah gausah dipusingin. Cukup kita ikhlaskan aja.

Kalo gabisa ikhlas… Yowis, tahun depan tandain. Gausah dikasih lagi, hahahahaha

Bekasi, 25 Maret 2025
Ditulis sepulang dari main badminton jam 12 malam


Semangat penulis kadang naik turun, jadi boleh lah support biar update terus.

Silahkan klik link dibawah
Atau bisa juga dengan cara transfer ke :

BCA : 6871338300 | DANA : 081311510225 | ShopeePay : 082110325124

Fajarwalker

A Man with frugal style living. Sering dikira pelit, padahal cuma males keluar duit.

More Reading

Post navigation

31 Comments

  • Fajar you rock aduuh ini mah pedess banget karet duaa tapi aku setuju sihh, karena Rasul juga mencontohkan “Jangan jadi kaum peminta²!”

    as simple as, “Traktiran doongh, kan kamu lagi ultah..” kalimat kyk gt aja BIG NO buat aku, setelah pak Ustadz jelasin klo nodong traktiran ultah equivalent dgn minta2

    Alhamdulillah, aku juga mengawal bgt anakku supaya ga celamitan nodong2 THR ke sanak sodara. Kalo ada ponakanku yg kek gt, biasanya aku bisikin aja, “Jangan minta2 ya Dek yaaaa.. ga sopan itu…kan om/tante blum tentu nyiapin duit buat ponakan.”

    tapiii klo ada yg langsung ngasih, ya gpp terima aja, sambil sampaikan “Makasiii, semoga rezeki berkah berlimpah ya”

  • Tentu saja sbg HR saya sudah mendapat segepok “Surat Minta2 THR” dari berbagai ormas padahal Gubernur JABAR skrg udah bilang jgn minta2 ttp aja dah eta segepok permintaan THR, blm lg tiap bulan iurannya ada…asli males wkwkwk…
    Dan poin untuk anak2 tdk diajarkan meminta iyes bgt, klo saya tim demikian dikasih diterima ga dikasih jgn minta 🙂

    • Baru saja beberapa hari lalu melihat FYP dimana Ibu2 ngomel karena isi amplop anaknya cuma 4k saja..ya ampun kok ibunya tantrum anaknya dapat segitu? udah baik tuh orang ngasih anaknya tapi ternyata masih ada orang tua yang mikirin harga diri anaknya katanya cuma 4k rupiah kocak asli liat FYP ini…ternyata bukan anak saja yg perlu diajari ortunya pun sama

  • Kalo di sini nyebutnya angpao lebaran yaa. Saladin kalau nerima happy tapi langsung titip ke bundanya. Dia mah lebih seneng nyicip kue kering lebaran wkwkwk.

    Bener Mas, kalo ada yg minta gitu berasa dipalak.

    BTW rajin bener olahraga sampe jam 12 malam.

  • JD inget dulu pas kerja di HSBC, jelang lebaran beuuughhh rameee yg minta THR ke HSBC . Tapi untungnya kami udh kerjasama Ama perusahaan security yg bertugas di HSBC. Jadi tiap ada sumbangan THR dari preman2 itu yg bayar perusahaan security mas, bukan HSBC. Makanya aku ga hrs terima amplop2 si preman.

    Tooosss, aku juga antiiiii bgt Ama kegiatan minta2 THR ini. Aku ngasih pasti, tp haram yaaa nyuruh anakku minta THR ke Orang2. Bikin malu. Kayak ga mampu aja.

    Banyaaak bgt yg begini di kluarga dari pihak papa ku. Makanya aku ga cocok kalo ketemu mereka. Berasa dipalak tahu ga. Anak2nya sedari kecil udh dibiasain minta. Pas gede ya sama aja. Kerjaannya minta duit dari papaku.

    Kita biasain anak kita utk rajin memberi aja deh. Jangan sampe mental pengemis gitu. Dan aku tipe yg suka ngasih, tp kalo dimintain malah jadi ilfil .

  • Begitulah.

    Aku tuh melihat kehidupan itu semakin bergeser dari arti sesungguhnya, tidak hanya soal THR. Melebar dan menjauh dari tujuan.

    Setuju sekali kalau karakter itu tidak hanya dibentuk tapi juga warisan karena itu penting sekali memberi bimbingan yang baik pada anak. Senang deh dengan prinsipmu, semoga Putri kelak menjadi pribadi yang membuat kehidupan ini lebih baik ya. Menjadi contoh banyak insan.

    Yuk Ya yuk bisa mengganti kebiasaan buruk menjadi baik dan ingat-ingat kalau tidak bekerja dilarang minta-minta THR ha ha ha

  • Setuju banget nih Mas, makin ke sini urusan THR jadi makin meresahkan. Ini semua tak lain karena kebiasaan-kebiasaan kecil yang dibiarkan lama-lama diterima sebagai sesuatu yang wajar. Harusnya para orang tua mengajarkan anak sejak dini agar anak mereka tidak bermental pengemis. Aku kecewanya menteri kita komennya soal ormas minta THR dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan memang sudah menjadi budaya di negeri ini 🙁 Hari raya lebaran jadi makin kehilangan makna karena semua orang fokusnya sama perayaannya, makan enak, baju baru, THR, bagi-bagi duit dan sejenisnya. Takutnya juga makin lama esensi lebaran makin menipis 🙁 Terima kasih sudah mengingatkan para orang tua di luar sana agar tidak membiasakan anaknya meminta-minta.

  • Mungkin juga karena dari orangtuanya kecil sudah terbiasa minta THR dengan yang lebih dewasa. Sehingga ketika dia punya anak, berlaku lagi hal demikian, seakan gak putus-putus rantai seperti itu.
    Mungkin juga tergantung dari si dewasanya, kalo dia menganggap “hal biasa anak kecil minta THR”, maka ya akan berlanjut terus.

    Jadi memang sebaiknya dari orangtuanya sih, yang mengajari anaknya, dan yang dewasanya ketika akan memberi ya kasih aja, gak perlu nunggu diminta

  • ini nih relate buanget, aku aja heran kalau denger sendiri ada orang tua yang ngomong ke anaknya
    sono minta tante THR
    bukannya pelit juga nggak ngasih banyak, tapi juga ada keperluan dan kebutuhan lain.
    memang bener ya, kebiasaan minta atau ngemis duit gini, jangan dibiasakan dari anak-anak, jadi semacam mindset yang tertancap gitu

  • Memang segala sesuatu yang dilakukan oleh anak atau yang dihadapi anak, pasti ada kaitannya dengan orang tua, karena Anak itu peniru ulung, dan dia meniru dari orang tuanya.
    Jadi begitu juga soal minta THR. Awalnya anak sih, tidak minta. Tapi orang tua yang ngejarin. Misalnya, Eh.. om-mu kan sudah terima THR, minta sana!” akhirnya anak jadi terbiasa.
    Jadi memang harus diputus ya, mata rantai anak minta THR. kalau dikasih, ya diterima hehehe.

  • Setuju banget.. sekarang THR itu bikin kita jadi mental berharap sama orang lain padahal niat silaturahmi tapi setelah lihat beberapa kasus yang nyebelin serasa jadi ajang cara nafkah lewat anak yang di kodein, padahal kita kalau lihat anak kecil emang tergerak sendiri krn pernah di fase anak kecil juga tapi waktu lihat orang tuanya minta yang merah sama rich onty duh bikin emosi padahal emak bapaknya gaji 2 digit eh kelakuan begitu.

  • Keresahan aku banget nih sama ortu ortu yang membiasakan anak-anaknya buat nagih THR. Bener ini tuh budaya pengemis, alih-alih masih anak-anak tapi di kasih kebiasaan kurang bagus.

    Yang kerja aja belum tentu dapat THR wkwkwkw, saya banget di tahun ini. Makanya aku pun punya keponakan masih kecil ku kasih edukasi kalau lebaran itu nggak boleh minta-minta ke siapapun termasuk ke aku uwa nya. Dia kalau mau apa-apa pun hanya bilang dan nggak maksa, suka aku kasih pengertian supaya nggak ngegampangin apalagi terkait THR.

    Semoga saja banyak orang yang baca artikel mas Fajar serta tersadarkan dengan pola pikir yang selama ini keliru. Masalahnya budaya mengemis ini bisa membentuk mental kurang bagus di kemudian hari, meresahkan seperti kian marak ormas yang dikit dikit minta uang ke perusahaan atau ke para pedagang. Padahal perusahaan dan pedagang aja langsung engap-engapan sama sikon ekonomi terkini.

  • Ini aku setuju banget, di keluarga aku nggak ada tradisi ngamplopin, supaya fokus dengan niatan silaturahmi dan maaf-maafan… Kalau mau ‘bonus’ ya kue yang beraneka ragam di meja dan hidangan di meja makan, hehehe…

  • Nah iya bener sih sekarang ini THR kayanya udah jadi kebiasaan dan kudu dikasihin pas lebaran ke anak-anak. Paling nggak enak emang kalau kaya di todong mana THRnya?

    Lebih setuju kalau anak yang ngasihin, ngebiasain dia buat memberi sih jatuhnya.

  • THR yang kehilangan makna, emm.. kalau dipikir-pikir, dulu sebutannya apa yaa..??
    Angpaw?
    padahal itu juga bukan budaya kita yaa..

    Aku beruntung karena di keluargaku, aku anak paling kecil.
    Hahaha.. yang ada, anakku yang dikasih-kasih. Walaupun juga aku ngasih anaknya mas-masku.

    Tapi di keluarga suami, aku kakak tertua.
    Hihihi.. ponakanku masih 2 dan bayi bayii.. kayak Putri gituu.. Jadi dikasih THR es krim aja seneng sii.. hihihi..

    Tapi aku penganut, yang namanya dikasih itu adalah keikhlasan sang pemberi.
    Jadi aku menanamkan pada anak-anak untuk gak bergantung pada pemberian orang. Karena semua itu karena Allah yang menggerakkan hati mereka untuk memberi.

    Terima kasih, tentu saja harus.
    Tapi jangan sampai meminta pada manusia. Karena ada Allah yang Maha Kaya.

  • Kadang suka mikir juga, sejak kpn ya ngasih THR ke bocah ² jd seperti kewajiban untuk orang dewasa yang sudah berkerja? Budaya ini sebenernya jd mirip angpao saat imlek.

    Aku pribadi ngasih amplop ke keponakan yg masih kecil klo ada aja, gak mesti saat hr raya. Anakku pun diajari untuk tidak ngarep dapet THR dr orang lain, krn bukan kewajiban orang utk ngasih seperti itu.

  • Siapa sih yang nggak suka dapat THR? Apalagi anak-anak ya, pasti hepi banget kalau dapat THR. Tp nggak harus dapatnya dengan cara minta-minta. Karena jatuh seperti ngemis-ngemis dan budaya seperti ini memang nggak boleh diajarin ke anak-anak.

    Khawatirnya mereka bakal tumbuh dengan mental ngemis atau suka minta-minta. Dan yaj setuju, akan lebih baik kalau kita ajarin anak untuk suka berbagi atau memberi.

    Prinsip ini juga yang saya dan suami pegang, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

  • dari dulu kami kecil ayah nggak pernah ngebolehin anak2nya minta thr, tapi kalo emang dikasih ya gpp terima aja asal bukan kami yang minta nyodorin tangan
    dan kalo sampe ketahuan ayah bakal ngomel
    dulu aku gapaham knp ayah segtunya, dan beberapa tahun terakhir ini aku baru paham maksudnya hihi
    setuju banget sih emang kalo bisa kita jgn smape ngajarin anak kecil ‘minta thr’ supaya nggak terbiasa berharap dikasih

  • Setuju banget sama poin yang diangkat di sini! Budaya minta-minta ini emang sering banget muncul di momen hari raya, dan yang bikin miris, justru orang tua yang ngajarin anaknya tanpa sadar. Padahal, kebiasaan kayak gini bisa jadi bibit mental “tangan di bawah” pas anak gede nanti. Lebih keren kalau dari kecil justru dibiasain untuk berbagi, bukan menuntut.

  • Hmm aku tuh sudah ngajari anak
    Besok kalau Lebaran jangan minta
    Kalau dikasih terima dan jangan lupa ucapan terima kasih
    Sebisa mungkin lebih banyak memberi daripada nunggu dikasih
    Hasilnya jauh lebih berkah

  • Suka kepikiran kalau ekonomi lagi sulit bagaimana kalau ponakan pada nagih THR sementara buat mudik aja pas pas an. Jadi tertekan dan taknyaman dong ya. Sebagai orang tua kudu melatih anak biar THR itu berdasar keikhlasan tanpa memandang jumlahnya….
    semoga budaya ini bukan jadi masalah besar dikemudian waktu yah

  • Kalo di tempatku namanya uang fitrah namun sekarang bergeser menjadi THR sie hehe…di keluarga besar memang sudah terbiasa buat bagi2 THR dan jadi ajang seru2an juga buat kita namun kita juga tidak yang langsung menunjuk kalo gak dikasih..intinya selama dikasih ya diterima dengan senyum yang lebar..kalo gak dikasih balik ya sudah tidak usah mengharap karena memang buat seru2an aja gt sie menurutku hehe…

  • Mungkin maksudnya minta angpao; dulu waktu masih sekolah saya dan sepupu2 juga paling senang kalau dapat angpao pas hari Natal atau Tahun Baru. Tapi memang diajarin utk jangan minta, tapi ya kalau dikasih jangan lupa setor ke mama… eh, salah… Maap mam… Jd kebawa2.
    Hari2 Raya kan maksudnya kita saling berbagi kasih dan rejeki ya. tapi semampunya kita yang ngasih. Lah kalau sampai ditodong, terus MISALNYA dikomentarin: ih kok cuma dikit… kan jadi menjengkelkan. Bikin malas ketemuan pas acara2 keluarga dan malah jadi memutus silaturahmi, IMHO.

  • Saya setuju untuk mengedukasi anak untuk tidak meminta-minta thr di hari raya. Alasannya sederhana, yang pertama tidak sopan dan yang kedua saya khawatir tertanam di pikiran anak bahwa meminta-minta adalah hal yang lumrah dan biasa dilakukan.
    Melihat kondisi sekarang ini dimana banyak pihak dengan santainya menebar proposal THR pada pengusaha atau perusahaan saya jadi mikir, jangan jangan mereka pas kecil emang di didik selalu minta tehaer di hari raya …???

  • Sepakat pakai banget. Saya juga kerap menegur kiddos kalau sampai ada yang minta THR dan menerangkan balik kalau THR itu diberikan untuk orang yang kerja sedangkan mereka kan tidak bekerja
    kalau di keluarga suami ada budaya kotak ajaib, jadi yang mau kasih uang ke ponakan dimasukkan dalam kotak tersebut kemudian dibagi rata ke ponakan hingga cucu dan nominalnya berjenjang dari balita hingga kuliah. Nanti kalau sudah kerja dan menikah, gantian mereka yang isi kotak ajaib. jadi acaranya sekalian dibuat kumpul bareng keluarga besar

  • Saya tuh kalau mau komenin soal ini ngeri-ngeri sedap soalnya sudah sangat mengakar membudaya, jadi pasti banyak yang nyerang ketika saya mengeluarkan unpopular opinion.

    Di keluarga saya, pantang minta-minta THR dan jangan pernah ngarep THR dari siapa pun. Kalau ada yang ngasih, silakan diterima, tapi jangan minta. Keluarga suami masih ada beginian tapi suami juga sudah mulai ikut saya tidak jor-joran keluarkan amplop2 untuk dikasih. “Memang apa salahnya berbagi kebahagiaan?” oh tentu saja kami suka membagi kebahagiaan di momen lain, sesuai porsi, sesuai kemampuan.

    Semoga sih dimulai dari keluarga saya, bisa menular dan menurun terus ke generasi kami untuk tidak membudayakan THR ginian dan akhirnya lama-lama terkikis. Budaya membantu tidak sama dgn bagi-bagi thr (amplop) di hari raya.

  • Pada dasarnya aku juga seneng banget bisa ngasih “THR” ke anak-anak, apalagi keponakan. Alhamdulillah emang gak ada yang sampai “minta-minta” kayak gitu. Karena memang udah jadi budaya, dan menurut aku sebetulnya budaya memberinya itu bagus.

    Inget banget dulu waktu kecil juga seneng banget dapet amplop dari saudara, om om, tante, dan kakek nenek. Semacam kayak mau ngasih kebahagiaan yang sama ke keponakan keponakan sekarang.

    Tapi, iyes, jangan sampai budaya tersebut bikin anak jadi punya mental minta-minta. Aku pun menanamkan banget dan udah mewanti-wanti anak-anak untuk gak perlu minta, kalau dikasih Alhamdulillah, gak dikasih yaudah.

    Ini bener2 aku bilang ke anak-anak sebelum lebaran kemarin, sekitar H-1 atau H-2 lah, aku ulang2 terus tuh, jangan minta pokoknya! Justru karena anak masih kecil, hal yang wajar kalau jelek itu ya kita coba luruskan yaa, bukan selalu dimaklumi.

    Setuju bangett! Kebiasaan itu tidak hanya terbentuk, tapi juga diwariskan.

  • Perkara meminta-minta ini memang menyedihkan walaupun sudah menjadi tradisi tahunan yang kadang mencederai idulFitri. Walaupun sebenarnya semangat berbagi itulah yang harus dipupuk tapi harus dilandasi dengan rasa ikhlas dan juga diberikan dengan baik dan benar tidak dengan paksaan

  • sangat menarik bahasannya di tengah-tengah banyaknya kejadian di masyarakat saat musim lebaran, alhamdulillah saya dari kecil tidak diajarkan untuk “mengemis” di saat lebaran atau musim lainnya, jadi sampai besar pun otak saya sudah terbentuk untuk tidak “mengemis” ke orang lain misalnya ga pernah minta dibawain oleh-oleh saat orang liburan, minta traktir saat orang ultah, atau minta traktir pas gaji pertam, BIG NO, terima kasih banyak untuk orangtua saya yang sudah menjalankan perannya dengan sangat baik. Karena budaya yang terlihat kecil ini akan membentuk karakter buruk pada anak sampai besar nanti, dan saat lebaran saya hanya akan memberikan THR kalau saya mau, bukan karena diminta apalagi dipaksa

  • Kalo keluargaku emang dari jaman almarhumah ibuku sering bagi “THR, tapi lebih ke cucunya aja sih.. Ya.. Intinya jangan nyindir” eh.. Si anu belum dapet THR dari si om.. Aku juga enggak pernah ngajarin anakku buat minta “THR ke om atau tantenya… Kalo tiap th emng tante dan om nya selalu ngasih THR.. Kebetulan anakku udah gede.. Jadi lebih ke aku tabung aja duitnya.. Dan anakku syukurnya bukan tipe anak yg suka nadah atau minta ini itu.. Ke emak bapaknya aja jarang banget mintak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *