Produktif Ga Produktif

Tulisan kali ini ga bakal panjang seperti biasanya. Saya ga akan riset mendalam, cari diksi dengan rima senada, dan berbagai hal ribet lain seringkali saya lakukan dalam proses penciptaan tulisan reguler di blog ini.

Nah, tulisan ini cuma sekadar media curhat saja. Sekedar ingin berbagi cerita tentang hari-hari yang saya alami, serta segala rintangan dan kegalauan yang membuat saya selalu kembali ke titik yang sama : keteteran update blog lagi.

Kalo boleh jujur, beberapa hari terakhir saya memang sedang tidak baik-baik saja. Semangat saya naik turun; kadang bisa mengerjakan pekerjaan 10 orang sekaligus… kadang tak ada mood untuk melakukan apapun. Beberapa pekerjaan lancar, namun tak sedikit jua yang terlunta-lunta. Fisik makin tak keruan, membuat saya malas untuk mengintip timbangan atau bahkan sekadar menatap cermin. Iya, rasa percaya diri pun ikut-ikutan runtuh.

Saya tentu tak ingin lama berkutat dalam kondisi seperti ini. Maka dalam satu waktu, saya coba merenungi diri. Mencoba mencari akar masalah, dan mencari solusi atas segala rasa stress yang mulai membumbung tinggi.

Paling tidak, akhirnya saya temukan 3 masalah ini.

Pertama, Terlalu Banyak Mau.

Saya ini sebenarnya tipikal manusia yang well-organized. Saya selalu ingin tiap hari saya bermakna, dan setiap target yang saya inginkan bisa tercapai. Oleh karena itu, demi mencapai potensi maksimal.. saya pun selalu menggunakan aplikasi todolist setiap harinya.

Nganu, saya bahkan rela keluar uang banyak lho buat bayar langganan premiumnya. Namanya adalah TickTick, langganannya hampir lima ratus ribu setahun!

Dan di aplikasi tersebutlah, semua pekerjaan dan segala perkara yang harus dihadapi mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi saya tulis, susun dan selesaikan setiap harinya. Tiap tugas saya pisahkan per kategori, mulai dari pekerjaan rumah, kantor, hingga tugas freelance. Skala prioritas juga bisa diatur, sehingga saya bisa leluasa memilih mana yang harus saya kerjakan.

Hari demi hari, saya terus hidup dengan todolit ini. Dan anehnya, bukannya merasa lebih tenang.. rasa stress itu justru terus ada, dan tak mereda.

Kenapa? padahal sudah pakai aplikasi semahal itu. Tidakkah membantu?

Well, sepertinya yang masalah memang bukan aplikasinya. Tapi sayanya yang kurang mawas diri, terlalu banyak mau tanpa peduli sanggup atau tidak. Bayangkan saja, dalam kondisi yang prima.. saya bisa menyelesaikan antara 70 – 80 tugas dalam sehari..

Itu artinya, 1 tugas tiap 20 menit.

Pada akhirnya, itu berdampak pada keesokan harinya. Dimana saya jadi lelah, dan hilang semangat untuk melakukan berbagai hal lainnya. Akhirnya siklus kerja saya macam yoyo, sehari semangat.. sehari berikutnya loyo. Seperti di gambar ini :

Seru sih kalo hidup banyak pencapaian. Tapi kalo ujung-ujungnya stress, yang ada malah jadi berantakan semua. Dan itu yang saya sampaikan ke diri saya sendiri saat ini.

Sering Terdistraksi Sosial Media.

Ini juga saya sadar banget, dan kadang jadi kesel sama diri sendiri. Kenapa sih.. tiap kali buka Reels, Tiktok dan YT Short itu suka mendadak ke-distract. Ada masalah artis lah.. berita kriminal apa lah.. yang ujung-ujungnya bikin waktu saya terbuang percuma begitu aja.

Dan ini bukan perkara main-main, karena hampir 6 jam dalam sehari itu terbuang karena video-video pendek gajelas macem begini.

Masalahnya, saya ga bisa lepas gitu aja dari sosial media. Soalnya yhaa, kan emang kerjaan saya tiap hari tuh megang sosial media. Duit yang saya terima, salah satunya ya dari hasil ngelola akun sosial media juga. Gimana caranya coba saya bisa riset konten tapi ga buka sosmed? Sungguh hil yang mustahal.

Ya kalo buat ini sih, sekarnag saya akhirnya alat bawaan Google bernama Digital Welbeing. Pokoknya, kalo udah lewat 1 jam screentime, saya bakal dapet notif. jadi no more lah kebanyakan sosial media dan buang-buang waktu.

Scroll seperlunya, produktif seterusnya.

Terlalu ingin semuanya rapi dan sempurna

Terakhir, dan paling mengganggu. Sebenarnya ini hal yang bikin saya unggul dari orang lain, tapi juga bikin saya lebih stress dari siapapun.

Entah gimana awalnya, makin kesini saya tuh selalu pengen apapun yang saya kerjakan itu sempurna.. istimewa tanpa cela. Saya ingin semua yang saya sentuh itu rapih, dan nikmat dipandang mata. Dan itu sebenarnya hal yang bagus..

Tapi itu membuat saya mengeluarkan effort lebih banyak dibandingkan orang lain. Selalu melihat tiap pekerjaan yang saya pegang dari berbagai sudut, memastikan semuanya rapi hingga ke detail terkecil.

Makanya, kalau liat website Dagingnesia dan berbagai ecommerce buatan saya, itu gambarnya pasti rapi dan deskripsinya sangat mendetail. Iya, itu karena saya menghabiskan waktu berjam-jam cuma buat ngedit foto dan nulis penjelasannya. Dan kalau saya merasa kurang sreg, akan saya rombak lagi agar kian sempurna.

Nulis di blog pun sama, seringkali saya jadi butuh waktu berjam-jam lamanya, perkara detail diksi yang ingin saya tulis, serta crosscheck berkali-kali. Belum lagi mikirin layout dan desainnya, yang makin kesini makin jadi concern juga.

Di rumah pun sama. Saya kadang habis waktu merapihkan berbagai barang, gatel rasanya kalau semuanya berantakan. Sampai tak terasa, tau-tau udah jam sebelas malam. Hadeuh, kemaleman lagi.

Apakah saya ada gejala OCD? atau mungkin ADHD? Entahlah, saya ga mau self claim kayak generasi stoberi jaman sekarang. Tapi yang pasti, fokus ke detail itu memang baik, namun membuat saya jadi cepat lelah. Karena ya memang lebih menguras tenaga dan juga pikiran.

—————————–

Udah itu aja si tulisan kali ini. Ga ada kesimpulan, karena ini cuma curhat doang bukan apa-apaan. Maaf kalo ngelantur ya, saya cuma pengen ngeluarin isi hati aja.

Kalian pernah ga si ngerasa stress berkelanjutan juga? Coba share dong, biasanya kalian ngatasinnya begimana.

Bekasi, 1 Oktober 2024
Ditulis setelah menghabiskan gelas kopi yang ketiga.