Langit Bekasi kala itu di lebih reduh dari biasanya. Gumpalan awan kumulonimbus mulai berkumpul dan menari-mari, menutupi sinar mentari yang sebenarnya akan tergelincir tak lama lagi. Arloji saya menunjukkan pukul 17.30 ketika kami tiba di depan Daycare Kesayangan, terlambat satu jam lebih dari jadwal seharusnya.
Tak seperti biasanya, kali ini saya menjemput Putri tidak seorang diri saja. Sebab untuk pertama kalinya, Thina memaksakan dirinya untuk ikut menjemput Putri. Saya pun menunggunya tiba dari kepulangannya, dan itulah mengapa kami jadi sedikit terlambat dari waktu biasanya.
Singkat cerita, setelah tiba di depan gerbang masuk, kami segera melepaskan alas kaki seraya melangkah ke dalam.
Gedung ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah digunakan untuk Sekolah PAUD, sementara lantai atas digunakan untuk Daycare. Biasanya, saya hanya mengantar jemput Putri hingga ke depan tangga saja. Setelahnya nanti ada Bunda Tanti atau Bunda Pipin yang akan naik turun untuk membawa Putri.
Namun karena kali ini bukanlah momen biasa, maka saya tak ingin hanya menunggu di bawah seorang diri. Jadi ketika Thina mulai melangkahkan kakinya menaiki tangga sembari membawa dua lusin donat di tangannya, saya pun melemparkan tanya.
“Bun, maaf.. bolehkah saya ikut naik ke atas?“, tanya saya sembari menanti di ujung anak tangga.
“Boleh pak boleh.. Silahkan ke atas saja.”, jawab Bu Tanti dengan nada ramah.
Melihat kedatangan Papi Maminya, Putri langsung berteriak kegirangan. “Waaah, ada Mamiih. Waaah, ada papiiih”, ucapnya seraya berlari secepat kilat.
Tak banyak yang tersisa di ruangan itu, hanya ada Putri dan dua orang anak perempuan lainnya yang belari-lari gembira sembari menanti kehadiran orang tuanya. Sisa yang lainnya mungkin sudah dijemput dan kini telah berada di rumahnya masing-masing.
Mata saya langsung menatap seluruh sudut ruangan kala itu. Ruangan ini cukup besar, meski tak banyak fasilitas yang tersedia. Hanya ada dua kamar besar yang digunakan untuk anak-anak tidur, sebuah kamar mandi, dan beberapa mainan kecil yang biasa jadi bahan rebutan anak-anak.
Di tempat inilah kami biasanya menitipkan Putri selama hampir 8 bulan terakhir. Tiba-tiba saja semua berlalu begitu cepat, seakan saya menekan dan menahan tombol fast forward. Dari Putri yang pas pertama datang jalannya masih nggeleyang-nggleyong, tau-tau sekarang larinya sudah secepat kilat dan bicaranya pun makin was wes wos.
Secepat itu waktu berlalu ya.
Thina menghampiri Bunda Tanti, seraya menyerahkan dua kotak donat bermacam-macam rasa itu kepadanya.
“Mohon maaf bu, sepertinya hari ini hari terakhir kami menitipkan Putri disini…”
Raut Bunda Tanti terkejut, hingga ia tak banyak berkata-kata. Keheningan yang tercipta membawa saya untuk melanjutkan apa yang Thina sampaikan.
“Maminya Putri hari ini kena lay off Bun. Baru banget dapet infonya tadi siang, jadi kemungkinan untuk seterusnya Putri bakal sama maminya saja di Rumah…”
“… Nanti kalau memang ada satu waktu kita ada kondisi urgent, mungkin kami akan kembali menitipkan putri secara harian disini.”
Begitulah. Siapa yang duga sore itu akhirnya jadi sore terakhir Putri ke daycare. Padahal rencana awalnya, Thina sendiri sepakat untuk mengajukan resign setelah hari raya Idul Fitri nanti. Eh, ternyata rencana gusti Allah lebih istimewa. Tepat sehari sebelum memulai Ramadhan, Thina malah kena gelombang layoff..
Kembali lagi ke cerita Daycare. Momen terakhir Putri di daycare ini jadi semacam refleksi, membawa saya mengingat kembali momen-momen dan kenangan dalam waktu yang tak singkat ini. Dalam 8 bulan ini, ada banyak memori suka dan duka yang saya rasakan sebagai orang tua.
Dan saya rasa, perasaan ini perlu dibagikan kepada khalayak, khususnya mereka yang sedang mempertimbangkan untuk menitipkan anak ke Daycare. Kurang lebih, inilah beberapa momen suka dan duka kami yang kami harap akan relate dan bisa jadi bahan pertimbangan.
Saya mulai dari duka-nya dulu ya..
1. Biayanya Lumayan Mahal

Yap, Daycare itu nggak murah. Bahkan Daycare Kesayangan pilihan kami yang sejatinya termasuk daycare dengan biaya termurah pun, kalau dihitung-hitung ya per bulannya lumayan juga. Hampir setara dengan harga sewa rumah bulanan.
Tapi ya tentu itu hal yang wajar. Sebab di daycare itu anak tidak serta merta dititipkan semata, tetapi juga mendapatkan pengasuhan yang layak serta asupan makan 3 kali sehari.
Beberapa daycare malah punya fasilitas yang lebih mewah lagi, seperti area bermain montessori, akses livecam hingga seragam khusus. Tentunya biayanya pun nggak main-main ya, segala ada uang pangkal dan SPP-nya juga kalo yang begitu sih.
Bisa 30% lebih dari pendapatan kayaknya ya.
2. Stigma di Masyarakat

Sampai sekarang, saya masih sering merasakan penilaian judgemental tiap kali menceritakan tentang daycare dan penitipan anak. Seakan-akan orang tua yang menitipkan anaknya itu telah abai dengan anaknya, membuatnya jauh dari kasih sayang orang tua.
“Kasian.. anak sekecil itu diasuhnya sama orang asing..”
“Kenapa ga dititipin orang tua aja? Daripada di penitipan gitu kasian..”
Padahal, justru daycare itu adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai orang tua, terlebih jika dua-duanya punya kesibukan harian yang tidak bisa ditinggalkan. Dengan daycare, pengasuhan anak jadi terjamin, sementara orang tuanya bisa tetap fokus bekerja.
Komunikasi dan cinta ke anak pun tetap terjaga kok, sebab daycare itu kan gak buka 1 x 24 jam. Rata-rata itu cuma buka di hari kerja sesuai dengan waktu kerja. Jadi waktu sepulang kerja dan akhir pekan, itu bisa digunakan untuk bounding.
Dan lagipula, menitipkan anak ke Kakek & Nenek pun bukan solusi, sebab mereka itu harusnya sudah menikmati hari tua. Bukannya malah ujug-ujug dibebani dengan tanggung jawab mengurus cucu. Itu malah lebih kasian ga si?
3. Banyaknya Berita Negatif

Yang paling bikin saya sebel akhir-akhir ini adalah, banyaknya pemberitaan negatif seputar daycare di seantero media massa. Mulai dari kasus Wensen School yang anaknya dipukul dan dibanting, kasus Kiddy Space yang anaknya disiram air panas, dan masih banyak lagi.
Pemberitaan semacam ini bikin orang tua yang mau menitipkan anaknya jadi trust issue, dan yang sudah menitipkan anaknya macem saya.. kebanjiran stigma negatif lebih banyak lagi.
“Ati-ati daycare di nganu kemaren kasus ya…”
“Eh kemaren ada kasus daycare yak yang anaknya di.. blablabla”. Ah elah males banget dengernya.
Jadi ya silahkan bayangkan aja perasaan kita sebagai orang tua. Udah keluar uang yang gak sedikit, dapet stigma negatif, dan dibayang-bayangi pemberitaan negatif pulak.
Saya berharapnya sih setelah kasus-kasus itu naik ke permukaan, pemerintah menerbitkan klarifikasi untuk ‘membersihkan’ nama baik daycare-daycare lain yang tidak bermasalah.
Karena yaa.. Inget, di sebagian besar negara maju, daycare itu penting banget lho.
Tapi… ngarepin apa sih ama pemerintah? hahaha
Tapi diluar dari 3 hal yang saya sebutkan tadi. Di daycare pun saya banyak menemukan manfaat dan sisi positifnya kok. Misalnya nih ya..
1. Punya Banyak Teman

Salah satu pertimbangan terbesar saya untuk membawa Putri ke Daycare, selain karena orang tua saya sudah mulai sakit-sakitan, juga khawatir Putri akan merasa kesepian.
Maklum lah, di keluarga saya, Putri itu cucu pertama. Sisi positifnya dia jadi cucu kesayangan dan menempati takhta tertinggi keluarga. Tapi masalahnya, karena hampir semua anggota keluarga saya itu bekerja, jadilah kalau ditinggal itu ya cuma berdua saja sama neneknya. Kesian jadinya, anak sekecil itu sendirian aja gak ada teman mainnya.
Nah, semenjak Putri masuk ke daycare, saya merasa masala itu bisa teratasi sepenuhnya. Malah perkembangan motoriknya jadi lebih baik dan sangat pesat. Dari yang jalannya masih pelan, sekarang udah lari-larian. Dan ngomongnya pun makin lancar, was wes wos. Imbas dari banyak teman main, jadi dia pun banyak ngobrol dan beraktivitas seperti anak pada umumnya.
Bahkan gak cuma itu, ingatannya pun makin kuat dan terasah.
Pernah satu momen saya perlihatkan foto teman-temannya dari grup WhatsApp Daycare, eeeh.. ternyata Putri bisa nyebutin semua namanya satu per satu. “Rayyan.. Kesha..Kafi… Adiba…”
Wah, saya mendengarnya terharu luar biasa, hiks hiks.
2. Jauh dari Gadget

Gadget adalah salah satu problema terbesar yang dialami oleh para orang tua masa kini. Banyaknya konten singkat nan random yang bisa secara ‘ajaib’ mendiamkan anak, membuat banyak orang tua cenderung memberikan gadget tiap kali anaknya rewel. Padahal, bahaya brain root mengincar di depan mata.
Nah, problem seperti itu hampir tak saya temukan di Daycare. Sebab, selama disana anak-anak hampir tak pernah dipertemukan dengan gadget sama sekali. Mungkin karena ada banyak teman sebaya, rata-rata anak di daycare itu lebih sibuk untuk melakukan permainan motorik ketimbang stuck di gadget.
Hasilnya saya rasakan sendiri. Ketika umur putri baru 2 tahun, dia sudah piawai berbicara banyak hal dan lumayan bawel. Sementara ada beberapa anak lain seusianya, itu masih belum bisa bicara dengan lancar bahkan kesulitan untuk mengeja sebuah kata sederhana.
3. Mandiri dan Terbiasa Ditinggal

Saya masih ingat ketika pertama kali meninggalkan putri di daycare. Dia menangis dengan sangat kencang, hingga suaranya terdengar menggema ke luar gedung.
Tapi itu dulu, hanya di awal-awal saja. Seiring dengan waktu, akhirnya Putri jadi terbiasa dan lebih santai. Efeknya, anak ini nggak pernah kaget kalau ditinggal, dan tak masalah jika bersama selain orang tuanya.
Ada satu momen ketika Saya ada kegiatan penting dan meninggalkan rumah cukup lama. Putri nggak kaget dan bersikap biasa saja. Pun begitu juga sebaliknya, ketika Thina ada kegiatan dan ditinggal berdua sama Saya. Putri aman-aman saja.

Bahkan beberapa kali dia ditinggal sendiri bersama Abah, Nenek atau Wawanya, itu pun dia ya nrimo aja. Nggak sampe ribut atau drama menangisi kepergian Mami Papinya.
Tapi ya bukan berarti anaknya bisa nemplok sana sini sama orang random ya. Teteup, dia cuma mau diasuh sama orang yang ia kenal. Cumaaa… jadi lebih fleksibel dan minim drama aja. Mau sama siapapun, asal dia kenal ya yowis.. aman, gitu.
————-
Nah, kurang lebih gitu aja sih suka duka saya selama menitipkan anak ke daycare. Kalau kalian, ada pengalaman atau cerita lain ga yang sekiranya relate?
Coba balas di kolom komentar yaa!
Bekasi, 14 Maret 2025
Ditulis sembari menyelesaikan waktu sahur yang tersisa sedikit lagi.
Setiap pilihan memang ada pro kontra-nya ya Bang
Aku sendiri tuh pernah nitip anak cuma sehari di TPA karena aku lagi ada event yang gak boleh bawa anak
Huhu… yang komen negatif malah teman-teman yang datang ke event bersama
Katanya kenapa gak dititip di rumah saja, padahal mereka gak tahu di rumah gak ada ART
Suami juga gak mungkin gak kerja dan jaga anak saja sementara event saya pun cuma beberapa jam saja
Memang positifnya anak bisa cerdas bersosial kalau di Daycare, minusnya kita orang tuanya yang khawatir kenapa napa
Halo mas. Dulu anakku juga ada yang sempat jadi anak daycare. Hhehe. Pas masa belum sekolah. Antar sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja, saya jemput. Alhamdulillah dapat daycare yang baik dan tetap mengajarkan anak tentang nilai nilai agama. Skarang anak yang dulu di daycare udah SMA. Hhehee
Halo Kak Fajar,,salam kenal sebelumnya. Ternyata org Bekasi juga xixixi…
Saya ikut sedih istrinya kena layoff sebelum Ramadan smg ini jalan terbaik dari-Nya ya aamiin..btw saya jg dulu pas anak sulung sempat didaycare dan saya jg punya prinsip sama tdk mau repotin mertua/ortu justru dititip di daycare. Dulu anakku masuk pas masih bayi 6bulanan hehehe ga lama akhirnya milih cari pengasuh. Memang ada plus minusnya, plusnya sama bgt dg yg Kak Fajar jabarkan, namun minusnya pengalaman anakku srg sakit ketularan dr anak yg jg sakit.
Ini mbak Thina memang rencana mau resign tapi dipercepat dgn kena layoff kah? Hiks… InsyaAllah ada ganti rejekinya ya mas, terutama rejeki untuk anak. Aamiin. Daycare mmg ngebantu bgt untuk keluarga yg ortunya bekerja dua²nya yaa. Beberapa tmn kantorku jg nitipin anaknya di daycare, bahkan ada yg sejak bayi sampe usia pre school.
Tapi menurutku memang hrs kudu survei & riset dulu ttg daycare nya berhubung ada beberapa kasus agak ngeri yg melibatkan daycare. Intinya hrs pilih² daycare terpercaya lah ya..
Jadi waktu sepulang kerja dan akhir pekan, itu bisa digunakan untuk bounding. << aku senang sekali dengan kalimat itu Jar, karena bagaimanapun orang tua semua bekerja jadi gimanapun anak pasti ditinggal.
Senang dengan pemikiranmu karena orang tua juga butuh waktu untuk nikmatin hidupnya dimasa tua dan setuju kalau DayCare itu bisa membawa kebaikan buat semua pihak.
Memang segala sesuatu ada resikonya dan di situlah peran penting kita untuk mempelajarinya lebih detail.
Hidup memang selalu ada EH nya yah. Niatnya mau resign, eh, Allah mempercepat dengan gelombang layoff. Namun, pasti Allah sudah menyiapkan rezeki yg lain yang tidak disangka-sangka. Insya Allah.
Salah satu penyesalan saya sekarang, adalah dulu saya menitipkan anak-anak ke ibu saya. Soalnya serba salah, waktu itu belum ada daycare atau mungkin ada, tetapi saya belum tahu. Tahun 1991 hingga awal tahun 2000-an seingatku belum ada di Makassar deh. Apalagi saya memang tinggal serumah dengan mama saya, maka jadilah keempat anak saya menjadi anak nenek. Ada sedikit penyesalan karena menjadikan mama saya sebagai “pengasuh” anak-anak saya, hiks. Tapi sudahlah yah… sudah berlalu juga.
Nah, sekarang cucu saya yang menikmati fasilitas daycare karena nenek kakeknya, yaitu saya dan suami ogah mengurus cucu. Kami mau istirahat dan jalan-jalan saja, hahaha.
hai Fajar, semangat ya! jangan terlalu pusing orang lain mau bilang apa kek, yang tahu kita sendiri yg mengalaminya. Orang yg bilang: ih, kasian taruh di daycare and bla bla bla, apa mau dititipin sama kita? Percaya saja apa yang kita lakukan itu terbaik buat keluarga, apalagi demi anak, pastinya kan diskusi juga sama istri. Apakah setelah ini istrinya mau cari kerja lagi? Jika ya, semoga segera dapat ya.
Berita Layoff hampir dialami semua perusahaan ya mas, Semoga ke depan mb Putri bisa dapet kerjaan lagi. Amin
berita terakhir yang aku tau tentang daycare, yang ownernya “kejam” itu, ya yang ada di foto di atas ini. Nggak nyangka aja
nyari tempat daycare juga gak mudah, apalagi budget juga berpengaruh
seneng banget liat perkembangan Putri di daycare, mandiri, nggak cengeng juga ya, pinternya. Bener-bener diajari pengalaman yang bagus sama pengasuh di daycarenya. Ngomongnya udah was wes wos juga, hebat Putri
Jadi ingat tahun 2011 saat masih kerja di daycare. Sebagai nanny, menghadapi anak dengan berbagai sifat. Tapi emang lama-lama mereka enjoy dan mau bersosialisasi. Meski awalnya ada yg merengek minta pulang.
Nitip anak di daycare gak masalah kok, karena gak semua nenek bisa bantu asuh cucunya (misalnya nenek sudah terlalu tua atau malah masih aktif bekerja).
Semoga mbak Thina lekas dapat pekerjaan baru ya.
Aku lebih setuju anak dititipin ke day care kalo semisal ga dapat babysitter yg cocok. Dripada titip ke ortu . Duuuuh janganlah. Setuju Ama opinimu mas. Orth udah tua, udh waktunya istirahat. Masa kita suruh jaga anak bayi lagi atau balita yg tengah aktif2nya.
Aku sampe bilang ke anakku, kalo nanti mereka ada anak, trus keduanya kerja, maminya ini ga bakal mau disuruh jagain anak mereka. Cari babysitter atau day care. Krn aku sendiri dari anak2 ku bayi, ya pakai babysitter. Kebetulan dpt yg bagus. Kalo ga, udah pasti daycare kok.
Lagian ga semua daycare jelek kayak yg ketangkep beberapa waktu lalu. Yg bagus2nya pasti masih banyak. Dan review positif dari mas fajar begini yg bisa JD pegangan ortu2 di luar sana utk nitipin anaknya ke daycare terpercaya
Thank u banget lho sharingnya Mas, dunia ini memang berputar tidak seperti keinginan orang-orang. Terlalu banyak kondisi yang mungkin tak orang lain mengerti. Ada beberapa kondisi yang memaksa kita harus menitipkan anak ke daycare, padahal hati orang tua tentu juga penuh dilema. Di saat itu bukan perkataan baik tapi kadang malah dapat tanggapan negatif dari sekitar. Namanya juga mulut orang Mas, setajam silet, he.
Karena aku belum pernah nitip anak ke daycare jadi aku juga baru tahu tentang plus minusnya. Memang berita akhir-akhir ini tentang daycare buat orang yang denger begidik sih, tapi tentu nggak semua daycare seperti itu, pasti masih ada yang bener. Anyway selamat berkumpul dengan keluarga ya 😀
Semangat selalu buat Kak Thina.
Ada plus minusnya daycare ya. Minusnya ya karena mungkin dari biaya yang lumayan dan pemberitaan negatif, karena kebetulan ada yang daycare nya gak amanah. Padahal kalo yang amanah, tentunya bisa membantu orangtua si anak yang bekerja.
selalu ada plus minusnya memang ya untuk menitipkan anak ke daycare. aku pribadi sejujurnya agak ngeri juga sih dengan berita tentang dacre belakangan. lihat videonya di twitter ngeri banget. tapi, ya gimana lagi toh masih ada daycare yang oke juga kan.
bener juga ya, anak kecil kalo di daycare jadi punya temen main dan makin ngelatih perkembangan motoriknya. dan yang jelas jadi nggak gampang bosen
Kalau membaca cerita Mas Fajar soal Daycare Putri, ini jauh-jauh lebih banyak sisi positif dan manfaatnya. Jadi soal omongan orang yang bilang kok anak dititip blblabla, itu anggap saja angin lalu. Soal biaya, sayaa rasa sebanding dengan tanggung jawab mereka ya. Anak tidak hanya dijaga, tapi juga diajarkan berbagai hal bermanfaat. Termasuk anak juga punya banyak teman dan kerennya jauh dari gadget.
Suka duka menitipkan anak ke daycare beneran berasa banget, bikin aku membayangkan juga. Udah keluar biaya, masih aja dapat penghakiman dari sesama manusia. Terkadang butuh tutup telinga kalau dianggap bukan orangtua sempurna, padahal aku yakin setiap ortu akan mengusahakan yang terbaik buat anak tersayang.
Buat mba Thina, peluk virtual mba. Aku di 2024 merasakan momen layoff dan kalau inget duh sesek. Semoga selalu dilimpahkan rezeki ya untuk mas Fajar dan keluarga.
Ternyata banyak juga manfaat dan kebaikan yang terasa ketika menitipkan anak ke daycare ya mas. Terutama anak jauh dari gadget dan bisa bersosialisasi sedari kecil ya. Ini menarik lho karena era sekarang sosialisasi dan komunikasi is key.
Kalau daycarenya bagus bisa jadi pilihan ya Mas Fajar untuk jaga anak, meski karena banyak kasus jadinya bikin ga tenang titipin anak di daycare, wajib selektif banget. yang bagus pastinya memang biayanya lumayan mahal ya daycare ini. Bisa jadi solusi niy buat menyembuhkan anak-anak yang selalu di depan gadget, dengan dijagain di daycare mereka jadi fokus bermain
Gagal fokus sama ade pas pakai helm lucu banget, kenapa ya anak-anak kecil dipakein helm itu jadi so cute kayak boneka
Menitipkan anak di Day Care memang ada pro dan kontranya ya mas
Tapi day care ini sangat membantu bagi orang tua yang dua-duanya harus bekerja dan nggak ada orang yg bantu jaga anak
Selama pilih day care yg aman dan sesuai budget, ya it’s okay ya
Huaa, baca ini perasaannya campur aduk. Miris dengan gelombang layoff yang ada sekarang, huhuhu. Semangat, insyaAllah selalu berkah yaa mas kehidupannya.
Ngomongin daycare, aku dulu pas baru jadi orangtua malah kepengen banget buka daycare untuk mengakomodir orangtua yang keduanya bekerja. Setuju banget sih dengan pernyataan “daycare itu adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai orang tua”. Karena biasanya orangtua bakal nyari tau dan milih daycare juga dengan kehati-hatian banget. Di tengah berita negatif tentang daycare gini, jadi lebih susah nyari daycare yang bener gituu.
Bener banget juga, biasanya di daycare kegiatannya malah terarah dan sangat mengurangi gadget ya. Orangtua tetap bisa bonding selama anaknya di rumah kok insyaAllah.
Memang terkadang menitipkan ke orangtua selain kasihan sudah bukan waktunya lagi mengasuh anak, mereka juga staminanya udah berkurang sih. Nanti gak bisa mengimbangi stamina anak2 yang gak ada habisnya.
Namun kadang juga ada orangtua yang justru senang dititipi cucunya. Bisa jadi jalan keluarnya dengan menyewa pengasuh sendiri lalu diawasi oleh nenek kakeknya.
Apapun pilihannya memang akan selalu ada aja pro dan kontranya. Jadi pilih yang paling nyaman aja lah yaa buat kita, hehehe.
Salut sama kemandirian ananda Putri.
Salut juga sama keputusan bijak yang diambil mas Fajar bersama ka Thina.
Memang gak mudah jadi orangtua yaa.. kudu mempertimbangkan A-Z dan orang lain yang melihatnya seringkali cuma bisa judgement.
Suka HIH sendiri.
Mirip sama pas aku sekolahin kakak ke pesantren.
Katanya “Tega banget, masih SMP uda disuru pesantren…”
Ya begitulaaah.. kehidupan.
Semoga yang kita putuskan adalah kesepakatan bersama. Dengan doa yang baik-baik, dijauhkan dari keburukan dan senantiasa dilindungi Allah subhanahu wa ta’ala.
Buat kak Thina..
Semoga digantikan dengan yang jauuuhh lebih baik.
Iya memang selalu ada pro dan kontra tentang suatu hal tapi daycare tuh solusi tepat untuk kedua orang tua bekerja ya daripada anak dititipkan di kakek nenek atau pembantu di rumah..
Ya begitulah kalau orang tua dua-duanya bekerja. Ada plus minusnya ya. Nah, sekarang untung ada daycare yang bisa membantu banget buat orang tua pekerja. Nah, kalau saya dulu malah dititipin di tetangga sana sini, karena orang tuaku juga dua2nya kerja dan dulu belum ada yang kayak daycare gitu
sebelum tu ada inform pada anak-anak yang itu hari terakhir mereka berada di situ? mereka tidak sedih? 8 bulan itu cukup lama. bagi saya…
Masya Allah.. ada suka dan dukanya ya menitipkan anak di daycare. Tapi aku fokus ke suka-nya. Anak jadi lebih mandiri gitu ya, trus minim gadget, temennya juga jadi banyak. Iya nih kalau sama ibunya terus (kayak anak-anakku, hehe..) jadinya lebih ngalem atau nempel terus ke ibunya.
Semoga setelah ini Putri jadi semakin pinter, ya.. Udah gak di daycare lagi, tapi pasti akan punya pengalaman-pengalaman lain di luar daycare yang gak kalah serunya 🙂
Yaampuunnn, udah 8 bulan aja dooongggg, keknya baru kemaren baca artikel tentang Putri yang pertama kali di daycare.
Btw, terbiasa ditinggal itu penting loh, anak kedua saya nggak pernah pisah dari saya sejak lahir, jadi masya Allah syekaleeehhh.
Berasa saya punya ekor.
Ke manapun saya, dia ikut. Nggak bisa mandiri, takut kalau ga ada maknya.
Kalau anak pertama saya emang sejak dulu ditinggal mulu.
Pernah dititipin ke eyangnya, pernah juga di daycare.
Makanya dia lebih mandiri kalau ditinggal.
Btw saya setuju, daycare itu bentuk tanggung jawab ortu dan pilihan bijak ketimbang minta ortu jagain cucunya. Kasian loh, karena yang namanya jaga anak kecil itu ya menguras tenaga juga
Pro kontra dalam setiap keputusan pasti ada. Saya juga sering dapat omongan yang bikin sakit telinga dan hati, jadi saya abaikan saja selama tidak mengganggu kami toh yang menjalani saya dan suami kan.
Anak-anak saya juga lebih mandiri karena telah terbiasa ditinggal bapak ibunya kerja, begitu saya sampai rumah nempel semua sama saya dan semua.
Kalo di kota² besar kayaknya daycare dah lumayan lazim, ya . Walo tetepppp pro kontra pasti adaaa dong.
klo di kabupaten/desa, mungkin agak dipertanyakan sih, tapi yhaa balik lagi ke value keluarga masing² . karena kan kita tdk berada di “sepatu yg sama”