Sebuah Seni Untuk Menghadapi Amukan Pelanggan

Sebuah Seni Untuk Menghadapi Amukan Pelanggan

Ngomongin jualan online itu memang sepertinya ga ada habisnya ya. Bidang pekerjaan yang menjadi basis penghasilan saya dalam lima tahun terakhir ini memang selalu menghadirkan ragam cerita dalam setiap progress yang dilalui. Banyak pengalaman yang saya rasakan selama belajar jualan online dari tahun ke tahun, baik dari segi perkembangan teknologi, peningkatan transaksi, hingga tuntutan untuk terus beradaptasi.

Jualan online itu ga selalu mulus kayak pantat bayi. Karena sejatinya akan selalu ada suka dan duka yang menyertai setiap perjalanan. Sukanya sudah pasti ketika transaksi mulai meningkat dari hari ke hari hingga saldo makin bertambah banyak. Sementara dukanya… Nah, ini lumayan banyak sih hahaha. Salah satu yang paling menyebalkan adalah ketika terjadi masalah dalam transaksi, dan berakhir dengan komplain. Apalagi kalo berakhir dengan bonus eksklusif berupa caci maki pelanggan. Beuh, mantap jiwa pokoknya



Sayangnya, sekuat apapun kita berusaha, sehebat apapun kita berbenah diri; komplain dan makian pelanggan adalah perkara yang sulit untuk kita hindari. Apalagi ketika kita bicara spesifik mengenai jualan online di marketplace ya. Karena dalam jualan di marketplace itu, yang terlibat dalam transaksi bukan cuma penjual dan pembeli aja. Ada juga beberapa pihak yang ikut berperan seperti pihak E-commerce, pihak Ekspedisi, serta pihak asuransi. Masalah yang terjadi oleh salah satu pihak bisa menyebabkan kita terkena damprat syahdu dari pelanggan tercinta.

Yap, ada kalanya pesanan yang kita bungkus sepenuh hati, berakhir dengan sebuah notifikasi “1 komplain baru” di pusat resolusi. Tapi tak perlu panik. Tak perlu gundah, apalagi sampai lari ke kebun sambil ditemani lagu ‘kumenangiiis..’ by Rossa. Iya, tak perlu lah kalian se-drama itu.

Tulisan ini saya muntahkan untuk berbagi sedikit pengalaman saya dalam menghadapi komplain pelanggan. Bukan untuk menggurui ya, karena sampai hari ini pun saya masih belajar. Kadang inget, kadang juga kelupaan. Jadilah posting ini sebagai reminder buat saya pribadi juga, hehehehe.

So, gimana cara mengatasi pelanggan yang komplain plus bonus makian? Mari kita bahas perlahan..

 

 

Stay Calm, Jangan Ikut Terbawa Emosi

Namanya orang komplain, biasanya pasti ada unsur emosi. Dan orang yang emosi itu tentu saja kalo ngga bicara dengan keras dan kasar, palingan bicara dengan kata-kata yang menyakitkan. Ada customer yang marah-marah sambil mengeluarkan bahasa kebun binatang, ada juga yang ga kasar-kasar amat tapi sinis banget. Semisal, “Ooh, ternyata emang gini ya pelayanannya. Pantesan tokonya sepi ga banyak pelanggan.” Bagi saya dua-duanya sama-sama menyakitkan. Ga ada yang mending.

Nah, sebelum menghadapi customer yang ngomel-ngomel seperti ini, ada baiknya kita persiapkan mental terlebih dahulu. Tanamkan ke diri sendiri bahwa customer ingin marah karena mereka memang ingin marah. Biarkan mereka mengatakan yang ingin mereka katakan, dan jangan dipatahkan. Tugas kita hanya perlu jadi pendengar yang baik, biarkan mereka menyampaikan apa yang mereka rasakan. Masukkan hanya ke dalam kepala, jangan dimasukkan ke dalam hati.

Sebaiknya, jangan hadapi pelanggan kalau mood kalian sedang tidak bagus. Yang ada nanti malah ikutan ngomel.

Kalau dirasa belum siap, maka pergilah keluar sejenak untuk mencari udara segar atau seteguk minuman dingin yang bisa membantu membuat diri jadi lebih rileks. Tapi jangan lama-lama ya! karena customer pun pasti tidak suka terlalu lama menunggu. Segera tenangkan diri dan kumpulkan mental untuk kembali dan menghadapi makian itu.

Ingat, jangan sampai terpancing emosi dan berbalik memarahi customer. Segimanapun hati dongkol dan kesal ke ubun-ubun, atas nama professionalisme jangan sampai kita terpancing ngomel juga. Jangan lupa, kita ini hidup di zaman internet super canggih. Yang saking canggihnya segala apapun bisa jadi viral dan jadi pembahasan. Kalau tidak hati-hati, permasalahan yang ngga gede-gede amat bisa viral dan menimbulkan social judgement dari mana-mana. Waspada, bisa-bisa kerja keras kita bertahun-tahun jadi ambyar cuma gara-gara viral sehari.

Baca Juga :  Stickies - Sticky Note Untuk Para Pemuja Estetika



Saya bilang begitu, karena dulu saya juga pernah pengalaman ngomelin customer. Masih ingat betul, waktu itu ada customer separuh baya yang ngomel kenceng banget dan ngga ngenakin di telepon. Saya coba merespon dengan sopan dan perlahan. Tapi yah, namanya juga emak-emak, udah pasti gamau tuh ngalah dan dipatahin argumennya. Sampai akhirnya di satu titik saya terpancing untuk balik memarahi si Ibu ini; dengan nada tinggi tentu saja.

Untungnya beberapa saat kemudian masalah bisa terselesaikan. Saya meminta maaf, dan si Emak-emak ini (secara mengejutkan) ikut minta maaf juga. Andai kalo dulu masalahnya diblow-up dan dibikin viral. Alamak, entah gimana jadinya nih nasib pekerjaan daku jadinya, hiks.

Inget ya, pokoknya jangan sampe kepancing emosi!

 

 

 

Jangan Terburu-Buru, Utamakan Analisis Masalah.

Ketika kalian berhasil meredam emosi dan menjadi pendengar yang baik untuk customer, maka langkah selanjutnya yang paling penting adalah analisis masalah. Sesuai yang saya sampaikan di paragraf pembuka, jualan di marketplace itu ada banyak pihak yang terlibat, bukan cuma pembeli dan penjual saja.

Jadi jangan lupa, setelah banyak mendengarkan keluhan dari pelanggan; lanjutkan dengan menggali potensi penyebab masalah. Jangan terburu buru ambil keputusan dan sikap. Sebaliknya, periksa segala kemungkinan kesalahan yang terjadi dan pihak mana yang sebenarnya terlibat. Karena sejatinya masalah bisa timbul dari pihak mana saja. Bisa karena penjual yang salah. Bisa karena pembeli yang sotoy. Bisa karena ekspedisi yang sembrono, atau mungkin karena e-commerce nya yang error. Perdalam segala kemungkinan dan komunikasikan secara intens dengan pelanggan.

Lanjut lagi ke cerita poin sebelumya dimana saya ngomelin pelanggan. Jadi kala itu si Ibu komplain ke saya karena ia memesan produk Dada Fillet sebanyak 2 kg, tapi yang datang cuma 1 kg. Si Ibu yang kalap menghadapi saya yang tak sanggup menahan emosi. Menghasilkan perdebatan dan adu makian selama kurang lebih setengah jam lamanya.

Hampir-hampir rasanya saya ingin mendamprat team packing, sebelum kemudian saya mengecek ulang detail transaksi dan menemukan jawaban absolut disana : Si Ibu ini memang cuma pesan dada fillet 1 kg, tapi batinnya merasa sudah order 2 kg.  Alamak jan, maka sangat tidak berfaedahlah sedari tadi saya beradu argumentasi dengan si Ibu itu. Buang-buang tenaga saja.

Dari situ saya belajar, bahwa dalam menghadapi komplain, analisis masalah adalah hal yang perlu diutamakan. Jangan langsung marah kalau customer komplain, tapi periksa segala kemungkinan. Pastikan kembali : Apa ekspedisi bikin produk rusak di jalan? Apa customer memang salah order? Atau memang benar kitanya yang salah ngirim?

Ingat, sebelum mendapat jawaban yang absolut, jangan ambil kesimpulan dan keputusan apapun!

 

 

 

Gunakan Kalimat Yang Santun dan Jangan Pelit Ketikan

Komunikasi yang buruk adalah bensin yang paling tokcer untuk disiramkan emosi customer yang membara. Dan ini terbukti; jika kita melihat ragam problem transaksi yang di blow up di social media, hampir sebagian besar diawali oleh komunikasi yang payah antara pembeli dan penjual. Oleh karena itu, semakin kesini saya makin yakin, bahwa ketikan yang minim dan penuh singkatan adalah sesuatu yang amat haram bagi para penjual di marketplace.

Komunikasi tekstual adalah komunikasi yang nir-ekspresi. Maka penerjemahannya pun bisa berbeda-beda, tergantung mood dan pikiran orang yang menerima pesan. Tips saya : Jangan dibiasain males ngetik. Tulislah segala yang perlu dijelaskan dengan lengkap tanpa perlu disingkat. Kalau perlu tambahkan emoji agar customer bisa mengerti ekspresi seperti apa yang kita sampaikan dalam tulisan itu.

For example, “Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami cek terlebih dahulu ya kak 😇🙏” itu jauh lebih sopan dan professional ketimbang “sbtr kt cek”. Ya kan?

Oya, ngomongin soal kesopanan. Jangan lupa untuk selalu mengutamakan kata maaf dalam segala menghadapi omelan pelanggan, terlepas dari siapa yang salah. Karena pengalaman saya, kata maaf ini efeknya lumayan dahsyat. Bisa meredam emosi pelanggan, sekaligus menunjukkan sisi professionalitas kita.

Baca Juga :  2021 Ga Upgrade Skill? Mau Jadi Apa!

Contoh lagi ya. Beberapa waktu yang lalu saya pernah dapet komplain dari salah satu pelanggan karena transaksinya dibatalkan. Beliau langsung ngetik di kolom chat, “KOK DIBATALIN SIH??” (Iya, kapital semua dan tanda tanya nya tiga). Guess what? Setelah dicek ternyata transaksinya dibatalkan otomatis oleh sistem karena pembayarannya ngga masuk.

Nah, meskipun posisinya saat ini customer yang salah, tapi jangan lupa untuk mengutamakan kesopanan ya. Jadi saya pun membalas dengan kata-kata yang sopan, “Mohon maaf kakak, ini transaksinya batal otomatis karena pembayarannya tidak masuk 😇🙏”. Tak berapa lama si customer pun menyadari masalahnya, lalu melakukan pemesanan ulang. Ga jadi marah-marah.

Coba kalo saya bales pake kapital juga, “LAHHH ORANG BATAL SENDIRI, BELOM BAYAR ITU LU WOY”. Kebayang dah. Jadi ngorder kaga, baku hantam iya.

 

 

Jangan Takut Rugi, Kalau Perlu Siapkan Kompensasi

Setelah berdiskusi dan menggali penyebab permasalahan, ternyata kesalahannya ada di pihak kita sebagai penjual. Terus selanjutnya gimana? Nah, kalau memang kasusnya seperti ini ya sebaiknya kita bertanggung jawab kepada pelanggan. Mau ngga mau. Siap ngga siap. Ikhlas ngga ikhlas, kita musti siapkan diri untuk menanggung kerugian. Cuma ya diatur aja, ambil kesepakatan dengan pelanggan dimana kita akan menanggung kerugian yang ngga gede-gede amat.

Solusi untuk segala problem transaksi di marketplace itu biasanya cuma ada dua; kalo ga retur ya refund. Komunikasikan sebaik-baiknya dengan pembeli solusi apa yang akan diambil dengan azas ngga rugi-rugi amat seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Jika solusinya retur, maka buat kesepakatan siapa yang akan nanggung retur dan menggunakan ekspedisi apa. Sebaliknya, jika solusinya refund coba diskusikan apakah refund sepenuhnya atau separuhnya. Atau mungkin kombinasi, dimana barang dikembalikan ke penjual, kemudian dana direfund. Apapun itu, yang penting harus ada solusi yang cocok untuk kedua belah pihak. Jadi kita sebagai penjual pun ngga rugi bandar.

Oya, kalau perlu kalian bisa siapkan kompensasi juga ke pembeli. Misal, voucher diskon khusus atau bonus item tertentu. Lumayan, bisa meredam emosi pelanggan. Siapa tau komplainnya berakhir dengan senyum dan bintang lima kan ya.

 

 

Tapi.. Kalau Endingnya Tetap Dapet Bintang Satu…

Adakalanya setelah berusaha melayani sebaik dan seprofessional mungkin, customer tetap merasa tak puas dan tega hati untuk memberikan bintang 1 serta perkataan yang tak menyenangkan di kolom ulasan. Ini momen yang paling pedih banget sih buat penjual seperti saya. Lebih pedih dari ditolak gebetan setelah pedekate selama sepuluh tahun, hiks.

Terus kalo udah gitu, kita harus gimana?

Ya ga gimana-gimana, cukup besarkan hati dan tumbuhkan rasa ikhlas saja. Ga usah heboh dan drama, apalagi sampe niat pengen ngelabrak rumah pelanggan sambil didampingin FBI (weleh ngawur). Sepengalaman saya, pelanggan yang emang udah niat ngasih bintang satu, mau kita baikin kayak gimana juga bakalan tetep ngasih bintang satu. Bahkan meskipun kita kembalikan uangnya ataupun berikan kompensasi segemblung, belum tentu itu bintang bakalan diubah sama dia.



Ambil sisi positifnya aja. Terlepas dari bintang satu, ulasan yang masuk berarti transaksi sudah selesai. Artinya uang kita udah ga ditahan lagi sama marketplace dan bisa kita tarik ke saldo ATM kita. Bergembiralah! Sementara untuk review bintang satu yang masuk itu, sebaiknya kita balas saja dengan penjelasan yang sopan. Misal, “mohon maaf, untuk perihal kendala ini sudah diselesaikan dengan pembeli ya 😇🙏”, atau “Mohon maaf kak, kendala apa ya yang terjadi? Apakah bisa diinformasikan kepada kami via chat?”

Ratingnya memang tidak bisa dihilangkan. Tapi setidaknya kita bisa menunjukkan ke pembeli lain bahwa kita ini professional dan ramah dalam melayani pelanggan. Gitu lho…

 

…………………………

 

Yap, dan itulah beberapa tips dalam menghadapi problem transaksi marketplace berdasarkan dengan pengalaman saya beberapa tahun terakhir. Jangan dianggap benar semua ya, karena sejatinya saya juga masih dan akan terus belajar menjadi lebih baik.

Kalo kamu, pernah ngga ngadepin customer yang rewelnya ngga ketulungan?

Coba ceritain di kolom komentar ya!

 

 

 

Depok, 04 Maret 2021
Ditulis sembari menatap kipas angin yang penuh debu.

Fajarwalker

A Man with frugal style living. Sering dikira pelit, padahal cuma males keluar duit.

More Reading

Post navigation

37 Comments

  • Aku setuju di poin “JANGAN TAKUT RUGI, SIAPKAN KOMPENSASI”.
    Karena sebagai pedagang online juga kadang merasakan banget kehilangan 1 pelanggan karena kesalahan sendiri itu bikin nyesek. Jadi inget, dulu pernah dapat pelanggan sekaligus dropshiper yang yang memesan ukuran M, tetapi aku kirim ukuran L. Berhubung dia adalah dropshiper, sehingga aku tidak bisa mengambil untung yang banyak. Akhirnya aku tawarkan untuk menukar barang + ongkos kirim 2x. Beberapa penjual tentu saja tidak mau mengganti ongkir barang dari pembeli kepada penjual. Tetapi karena ini murni kesalahan penjual, akhirnya aku bersedia mengganti ongkirnya juga. Rugi tidak apa-apa, tapi ada pelajaran berharga di dalamnya. Dropshiper jadi lebih suka pada kita sebagai supplier karena enak diajak komunikasi, kalau ada masalah bisa diselesaikan dengan cepat.

    Tetapi ada juga tipe pelanggan yang tidak puas dan langsung memberi bintang 1. Kalau ini solusinya mungkin bisa dilakukan pendekatan personal, tawari tukar barang, berikan voucher sebagai ganti bintang 1 ke bintang 4 misalnya.

    • Nah, betul sekali kak. Rugi sedikit gapapa, asalkan long lasting ke depannya. Kadang kehilangan customer satu lumayan berasa juga di masa yang akan datang.

      Kalau bintang satu, itu coba discuss dulu sih. Kalo customer yang emang udah niat, mau dibaekin gimana juga tetap bintang satu

  • Wah..terima kasih untuk tips-tips kerennya ini Kak. Memang betul sekali,menghadapi pelanggan kita harus benar-benar hari-hati dan tidak grasa-grusu (kalau dalam bahasa Jawa)..

  • Suka semua poinnya. Aku sehari-hari juga jualan dan tentu aja pernah menghadapi komplain konsumen seperti yang diceritakan. Pernah yang datang komplain tapi karena kesalahan mereka, udah “adu argumen” tapi ngeyel (emak-emak sih). Ya wes, merugi dan hitung-hitung sedekah haha. Proses ikhlasnya sih tetap butuh waktu ya. Dan butuh jam terbang untuk sampai ke titik itu hwhwhw.

    Btw, pas liat kaver bukunya tadi aku pikir beneran ada itu bukunya haha. Kreatif!

    • Iya mas, akupun udah ga keitung kali udah berapa kali itu merugi gara-gara komplain customer. Tapi kalo dihitung-hitung sih, ya sejauh ini masih aman. Maksudnya perbandingannya ga signifikan. Jadi anggep aja pelayanan deh hehehe

  • Kalau ingat ini, aku jadi ingat sama kejadian saya dipecat cuma karena pelanggan yang rese banget. Tukang marah. Masalah sedikit dia ngamuk-ngamuk dan ancam ini itu. Lalu sampailah aku pada blunder salah input karena panik direnteti omelannya. Eh, ujungnya kena pecat. Syukurnya udah lupa sih sama namanya 🙂

    • Wah serem banget om kalo sampe dipecat gitu sih. Emang serba salah sih kalo sama customer yang rewel. Salah dikit bisa jadi ruwet ke depannya.
      Semoga dijauhkan dari pelanggan-pelanggan reseh gitu ya mas.

  • Saya pikir ini ulasan buku tadinya. Ternyata ini curahan hati pedagang ya hehe.

    Kalau aku pernahnnya jadi customer yang rewel, mas fajar. Benar sekali, aku pun merasa pelayanan dengan ketikan yang jauh lebih banyak oleh seller itu lebih sopan. Karena teks memang nyaris tidak ada ekspresi, dan nada teks tergantung dari isi hati pembacanya nih, haha.

    Untuk pedagang memang harus punya kesenian menghadapi persoalan sama customer ya. Apalagi itu yang pesan dada fillet 2kg, kocak banget dah.

    • Ternyata banyak yang tertipu cover ya, hehehe

      Begitulah suka dukanya jadi pedagang bu. Kadang kalo ketemu customer yang bawel, cuma bisa tarik nafas panjang dan ngelus dada aja.
      Bismillah semoga berkah aja dah ehehe

  • Wahh aku pernah banget ini ngalamin komplain waktu jualan susu almond. Akhirnya diganti ulang sesuai jumlah pesanan. Tahulah ya harga almond muahal tapi demi profesionalitas ya ganti aja deh. Berdoa aja ntar dapet rejeki lainnya.

    • Sabar ya kak Helena… Memang jualan itu seninya gitu. Kudu sabarrrrr banget wkwk.
      Berfikir positif aja, mungkin kerugian kita hari ini akan berganti dengan rezeki melimpah di esok hari.

  • Saya suka dan belajar banyak banget dari poin-poin yang mas Fajar paparkan ini. Dipadu dengan gaya bahasa yang practical banget.

    Boleh saya share di media sosial saya. Selain biar lebih banyak yang terinspirasi, juga bisa saya baca2 ulang nanti.

    • Terima kasih mas Prima. Silahkan dishare ya, semoga bermanfaat.
      Tapi saya ga menggurui lho, cuma curhat aja wkwkw

  • Tipsnya oke banget nih Kak. Gemes banget pasti ya kalau ada customer komplain, mana kalau ngotot padahal dianya yang salah, duuhh, pusing pala Belbie itu ya, hihihih.
    Tapi benar sih, kita harus berkepala dingin itu hadapin customer, karena kalau sama-sama emosi bakalan hancur dah.

    • Jangan sampe kebawa Emosi ya kak Diah. Serem, jaman sekarang apa-apanya dibawa viral.
      Sementara siapa yang bener dan salah kadang masih abu-abu.

  • kalau lagi belanja online, aku kayaknya ga pernah deh ngasih bintang 1. bintang 2 ya pernah soalnya sellernya body shaming sih wkwk nyebelin kan. nah, justru kalau lagi di kantor pelayanan publik gitu, potensi aku marah2 lebih besar kak ahahah kayaknya aku perlu manajemen diri dalam hal ini dehhhh

    • Bintang 3 ke bawah sebetulnya sudah bisa dianggap sebagai ketidakpuasan sih kak, hehehe.
      Plus minus sih, kalo offline kan bisa langsung marah2 tapi ya abis itu selesai. kalo online kayak gitu, ulasan jelek akan selalu ada entah sampai kapan wkwkwk Hiks

  • dulu pernah juga nih nyoba jualan online tapi alhamdulillah belum pernah dapat komplain sih karena jualannya juga nggak lama. kalau sistem sekarang memang rada gimana gitu ya komplain pembeli kadang suka bikin emosi. sebagai penjual memang seharusnya kita punya banyak kesabaran dalam menghadapi pelanggan

    • Seringkali kutemukan yang salah sebenernya pembeli kak. Tapi apa daya, musti sabar dan gabisa ngomel ngomel atas nama professionalisme huuhu

  • Pernah nyoba jualan online dan alhamdulillah belum pernah dapat komplain.
    Tapi pas giliran belanja online bawaannya pen misuh-misuh mulu, hihihi…
    kenapa sih aku selalu ketemu seller yang ga ramah dan pelit banget klo balas chat. Tapi dari situ jadi belaja sih supaya aku kalau jadi seller jangan macam tu

    • Memang kak Pipit, akupun selalu merasakan hal yang sama. Mangkanya aku belajar, bahwa kalau di posisi pembeli itu ngga ngenakin banget kalo komunikasi by chat disingkat-singkat gitu. Jadi bahan buat self improvement, hehehe

  • Pernah dong
    Pernah banget saya harus mengganti biaya ongkir dan baju sementara bajunya yang keliru nggak dikirim balik
    Namun, suami bilang ga usah diusut sampe pengadilan karena ada pengadilan yang lebih adil kelak disana
    Jadi yang bikin aku tenang tuh bahwa semuanya akan dibalas Allah

    • Ini di marketplace atau sosmed kak jualnya?
      Setauku kalau di marketplace masih bisa minta tolong admin pusat resolusi kak. Sayang lho, lumayan rugi karena customer begitu.
      Walaupun yaaa.. semua pasti memang ada karmanya.

  • Nampaknya saya ngga bakat jualan online, sayanya suka itung-itungan sih haha, takut rugi kek pedagang cin* di pasar~.
    Tapi salut deh buat mas Fajar bisa tahan sama amukan pelanggan, moga-moga pelanggan yang suka ngamuk segera insaf ya..

    • Saya juga sampai sekarang suka takut rugi kak. Wajar sih, namanya jualan online pasti pengennya untung, hehehe. Tapi di satu momen emang harus berani rugi demi menggapai keuntungan lebih besar di masa mendatang

  • Emang ya, jualan itu kudu sabar. Sekarang tuh semakin mudahnya jualan karena online tapi juga semakin ketat persaingan. Sebagai pedagang atau pebisnis kudu pinter2 putar otak biar dagangan tetap laris. Semangat deh om…

  • Kalau saya jarang sih mengomentari masalah jualan dari seller, meskipun produknya tidak sesuai setidaknya saya tidak akan order di tempatnya lagi. Karena saya agak males kalau harus komplain apalagi refund, biar lah 🙂

  • Jualan online emang punya banyak tantangan, tapi ya namanya juga usaha, emang seperti itu, yang penting lakuin sebaik dan semaksimal mungkin.

    Btw, tipsnya mantap Mas. Semoga yang punya usaha online, usahanya lancar. Aamiin…

  • Bukan dalam jualan online, tapi kerjaan freelance. Si klien satu ini permintaannya unik-unik banget. Untungnya saya sabar ngeladenin (selain karena butuh uang, waktu itu saya juga masih hijau banget, jadi perlu testimoni & review yg bagus-bagus). Tapi, ada ajaaa kendalanya. Beliau order lima artikel, dan setiap artikel pasti aja ada revisiannya. Padahal, saya ngerasa udah kerjain sesuai brief-nya, tapi beliau terus-menerus minta diperbaiki meskipun hasil akhirnya nanti melenceng dari permintaan awal. Bahkan, ketika proyek udah berakhir pun, klien ini sampai pernah ngata-ngatain saya, kurang lebih inti pesan cintanya itu ngomentarin daya pemahaman saya yang rendah. Bodohnya, saya malah bales balik marah-marah ke beliau. Akhirnya, saya terpaksa kudu berbesar hati menerima rating bintang 1 terlepas dari sebagus apapun hasil pekerjaan saya. Sejak saat itu saya belajar pentingnya mengontrol emosi (seperti yg Mas Fajar bilang di atas). Kecuali klien/customer/buyer udah kelewat nggak sopan, sebagai seller/worker kita mesti pandai-pandai menyikapi segala keluhan dari mereka. Anyway, nice tips, Mas!

  • Hal paling konyol yang pernah saya temui saat berdagang adalah menghadapi customer yang gimana ya? Pokoknya speechless deh, dia itu mempermasalahkan emoticon pas chat, dikasih tanda senyum, eh dia malah nuduh kita ngeledek dan senyum nggak ikhlas lalu ceramah macam² wkwkwkkkk

  • aku belum berani buka orderan di e-commerce kak so far jualan online lewat IG dan WA jadi testimoni bintang 1 belum merasakan wkwk cuma emang bener yah ngadepin pelanggan tuh kudu tenang jangan pas mood rusak apalagi ntar sampe baku hantam wkwkwk

  • Pekerjaanku sebelumnya di bank, di divisi operation and service mas. Jadi mau ga mau masalah komplain nasabah, aku pasti harus hadapi. Dan dulu kami ditraining utk handle komplain nasabah dengan benar. Intinya harus dengerin dulu apa poin utama dari komplain dia. Jangan sampe nih, kita nanya berulang2, blm lagi nasabah dipingpong kemana2. Yg ada dia pasti makin marah.

    Setelah dengerin dan tau akar masalah apa, baru kita cari solusinya. Dan pastikan utk bisa menyelesaikan masalah tadi dlm time frame yg udah disepakati. Kalo janji ke nasabah 5 hari kerja, ya harus segitu. Jangan malah molor Ampe sebulan

    Atasanku pernah bilang, terkadang nasabah komplain itu bisa menjadi aset buat bank. Krn jika kita bisa menyelesaikan masalah dia dengan baik, ga menutup kemungkinan si nasabah akan sangat loyal ke bank kita, Krn dia tahu dia bisa percaya dengan kemampuan bank tsb :).

    Tapi kita juga hrs tegas sih. Banyak tipe nasabah yg ngeyel yg aku hadapi. Apalagi bank tempat aku kerja dulu bank asing, HSBC. Nasabahnya banyak bule. Itu bule2 kdg komplain ga masuk akal. Ga mau ikutin aturan, ga mau dikenain charge dll. Untuk yg memang kesalahan mereka, ya tegas aja sih. Justru yg begini aku malah berharap dia tutup rekening

    • Betul kak, memang harus balance sih kalo ngadepin customer tuh. Ada di satu sisi kita jadi pendengar yang baik, dan cari solusi terbaik.
      Ada juga waktunya musti ‘bodo amat’ kalo urusannya udah kelewatan alias ngga masuk akal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *