Ngomongin jualan online itu memang sepertinya ga ada habisnya ya. Bidang pekerjaan yang menjadi basis penghasilan saya dalam lima tahun terakhir ini memang selalu menghadirkan ragam cerita dalam setiap progress yang dilalui. Banyak pengalaman yang saya rasakan selama belajar jualan online dari tahun ke tahun, baik dari segi perkembangan teknologi, peningkatan transaksi, hingga tuntutan untuk terus beradaptasi.

Jualan online itu ga selalu mulus kayak pantat bayi. Karena sejatinya akan selalu ada suka dan duka yang menyertai setiap perjalanan. Sukanya sudah pasti ketika transaksi mulai meningkat dari hari ke hari hingga saldo makin bertambah banyak. Sementara dukanya… Nah, ini lumayan banyak sih hahaha. Salah satu yang paling menyebalkan adalah ketika terjadi masalah dalam transaksi, dan berakhir dengan komplain. Apalagi kalo berakhir dengan bonus eksklusif berupa caci maki pelanggan. Beuh, mantap jiwa pokoknya



Sayangnya, sekuat apapun kita berusaha, sehebat apapun kita berbenah diri; komplain dan makian pelanggan adalah perkara yang sulit untuk kita hindari. Apalagi ketika kita bicara spesifik mengenai jualan online di marketplace ya. Karena dalam jualan di marketplace itu, yang terlibat dalam transaksi bukan cuma penjual dan pembeli aja. Ada juga beberapa pihak yang ikut berperan seperti pihak E-commerce, pihak Ekspedisi, serta pihak asuransi. Masalah yang terjadi oleh salah satu pihak bisa menyebabkan kita terkena damprat syahdu dari pelanggan tercinta.

Yap, ada kalanya pesanan yang kita bungkus sepenuh hati, berakhir dengan sebuah notifikasi “1 komplain baru” di pusat resolusi. Tapi tak perlu panik. Tak perlu gundah, apalagi sampai lari ke kebun sambil ditemani lagu ‘kumenangiiis..’ by Rossa. Iya, tak perlu lah kalian se-drama itu.

Tulisan ini saya muntahkan untuk berbagi sedikit pengalaman saya dalam menghadapi komplain pelanggan. Bukan untuk menggurui ya, karena sampai hari ini pun saya masih belajar. Kadang inget, kadang juga kelupaan. Jadilah posting ini sebagai reminder buat saya pribadi juga, hehehehe.

So, gimana cara mengatasi pelanggan yang komplain plus bonus makian? Mari kita bahas perlahan..

 

 

Stay Calm, Jangan Ikut Terbawa Emosi

Namanya orang komplain, biasanya pasti ada unsur emosi. Dan orang yang emosi itu tentu saja kalo ngga bicara dengan keras dan kasar, palingan bicara dengan kata-kata yang menyakitkan. Ada customer yang marah-marah sambil mengeluarkan bahasa kebun binatang, ada juga yang ga kasar-kasar amat tapi sinis banget. Semisal, “Ooh, ternyata emang gini ya pelayanannya. Pantesan tokonya sepi ga banyak pelanggan.” Bagi saya dua-duanya sama-sama menyakitkan. Ga ada yang mending.

Nah, sebelum menghadapi customer yang ngomel-ngomel seperti ini, ada baiknya kita persiapkan mental terlebih dahulu. Tanamkan ke diri sendiri bahwa customer ingin marah karena mereka memang ingin marah. Biarkan mereka mengatakan yang ingin mereka katakan, dan jangan dipatahkan. Tugas kita hanya perlu jadi pendengar yang baik, biarkan mereka menyampaikan apa yang mereka rasakan. Masukkan hanya ke dalam kepala, jangan dimasukkan ke dalam hati.

Sebaiknya, jangan hadapi pelanggan kalau mood kalian sedang tidak bagus. Yang ada nanti malah ikutan ngomel.

Kalau dirasa belum siap, maka pergilah keluar sejenak untuk mencari udara segar atau seteguk minuman dingin yang bisa membantu membuat diri jadi lebih rileks. Tapi jangan lama-lama ya! karena customer pun pasti tidak suka terlalu lama menunggu. Segera tenangkan diri dan kumpulkan mental untuk kembali dan menghadapi makian itu.

Ingat, jangan sampai terpancing emosi dan berbalik memarahi customer. Segimanapun hati dongkol dan kesal ke ubun-ubun, atas nama professionalisme jangan sampai kita terpancing ngomel juga. Jangan lupa, kita ini hidup di zaman internet super canggih. Yang saking canggihnya segala apapun bisa jadi viral dan jadi pembahasan. Kalau tidak hati-hati, permasalahan yang ngga gede-gede amat bisa viral dan menimbulkan social judgement dari mana-mana. Waspada, bisa-bisa kerja keras kita bertahun-tahun jadi ambyar cuma gara-gara viral sehari.



Saya bilang begitu, karena dulu saya juga pernah pengalaman ngomelin customer. Masih ingat betul, waktu itu ada customer separuh baya yang ngomel kenceng banget dan ngga ngenakin di telepon. Saya coba merespon dengan sopan dan perlahan. Tapi yah, namanya juga emak-emak, udah pasti gamau tuh ngalah dan dipatahin argumennya. Sampai akhirnya di satu titik saya terpancing untuk balik memarahi si Ibu ini; dengan nada tinggi tentu saja.

Untungnya beberapa saat kemudian masalah bisa terselesaikan. Saya meminta maaf, dan si Emak-emak ini (secara mengejutkan) ikut minta maaf juga. Andai kalo dulu masalahnya diblow-up dan dibikin viral. Alamak, entah gimana jadinya nih nasib pekerjaan daku jadinya, hiks.

Inget ya, pokoknya jangan sampe kepancing emosi!

 

 

 

Jangan Terburu-Buru, Utamakan Analisis Masalah.

Ketika kalian berhasil meredam emosi dan menjadi pendengar yang baik untuk customer, maka langkah selanjutnya yang paling penting adalah analisis masalah. Sesuai yang saya sampaikan di paragraf pembuka, jualan di marketplace itu ada banyak pihak yang terlibat, bukan cuma pembeli dan penjual saja.

Jadi jangan lupa, setelah banyak mendengarkan keluhan dari pelanggan; lanjutkan dengan menggali potensi penyebab masalah. Jangan terburu buru ambil keputusan dan sikap. Sebaliknya, periksa segala kemungkinan kesalahan yang terjadi dan pihak mana yang sebenarnya terlibat. Karena sejatinya masalah bisa timbul dari pihak mana saja. Bisa karena penjual yang salah. Bisa karena pembeli yang sotoy. Bisa karena ekspedisi yang sembrono, atau mungkin karena e-commerce nya yang error. Perdalam segala kemungkinan dan komunikasikan secara intens dengan pelanggan.

Lanjut lagi ke cerita poin sebelumya dimana saya ngomelin pelanggan. Jadi kala itu si Ibu komplain ke saya karena ia memesan produk Dada Fillet sebanyak 2 kg, tapi yang datang cuma 1 kg. Si Ibu yang kalap menghadapi saya yang tak sanggup menahan emosi. Menghasilkan perdebatan dan adu makian selama kurang lebih setengah jam lamanya.

Hampir-hampir rasanya saya ingin mendamprat team packing, sebelum kemudian saya mengecek ulang detail transaksi dan menemukan jawaban absolut disana : Si Ibu ini memang cuma pesan dada fillet 1 kg, tapi batinnya merasa sudah order 2 kg.  Alamak jan, maka sangat tidak berfaedahlah sedari tadi saya beradu argumentasi dengan si Ibu itu. Buang-buang tenaga saja.

Dari situ saya belajar, bahwa dalam menghadapi komplain, analisis masalah adalah hal yang perlu diutamakan. Jangan langsung marah kalau customer komplain, tapi periksa segala kemungkinan. Pastikan kembali : Apa ekspedisi bikin produk rusak di jalan? Apa customer memang salah order? Atau memang benar kitanya yang salah ngirim?

Ingat, sebelum mendapat jawaban yang absolut, jangan ambil kesimpulan dan keputusan apapun!

 

 

 

Gunakan Kalimat Yang Santun dan Jangan Pelit Ketikan

Komunikasi yang buruk adalah bensin yang paling tokcer untuk disiramkan emosi customer yang membara. Dan ini terbukti; jika kita melihat ragam problem transaksi yang di blow up di social media, hampir sebagian besar diawali oleh komunikasi yang payah antara pembeli dan penjual. Oleh karena itu, semakin kesini saya makin yakin, bahwa ketikan yang minim dan penuh singkatan adalah sesuatu yang amat haram bagi para penjual di marketplace.

Komunikasi tekstual adalah komunikasi yang nir-ekspresi. Maka penerjemahannya pun bisa berbeda-beda, tergantung mood dan pikiran orang yang menerima pesan. Tips saya : Jangan dibiasain males ngetik. Tulislah segala yang perlu dijelaskan dengan lengkap tanpa perlu disingkat. Kalau perlu tambahkan emoji agar customer bisa mengerti ekspresi seperti apa yang kita sampaikan dalam tulisan itu.

For example, “Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami cek terlebih dahulu ya kak 😇🙏” itu jauh lebih sopan dan professional ketimbang “sbtr kt cek”. Ya kan?

Oya, ngomongin soal kesopanan. Jangan lupa untuk selalu mengutamakan kata maaf dalam segala menghadapi omelan pelanggan, terlepas dari siapa yang salah. Karena pengalaman saya, kata maaf ini efeknya lumayan dahsyat. Bisa meredam emosi pelanggan, sekaligus menunjukkan sisi professionalitas kita.

Contoh lagi ya. Beberapa waktu yang lalu saya pernah dapet komplain dari salah satu pelanggan karena transaksinya dibatalkan. Beliau langsung ngetik di kolom chat, “KOK DIBATALIN SIH??” (Iya, kapital semua dan tanda tanya nya tiga). Guess what? Setelah dicek ternyata transaksinya dibatalkan otomatis oleh sistem karena pembayarannya ngga masuk.

Nah, meskipun posisinya saat ini customer yang salah, tapi jangan lupa untuk mengutamakan kesopanan ya. Jadi saya pun membalas dengan kata-kata yang sopan, “Mohon maaf kakak, ini transaksinya batal otomatis karena pembayarannya tidak masuk 😇🙏”. Tak berapa lama si customer pun menyadari masalahnya, lalu melakukan pemesanan ulang. Ga jadi marah-marah.

Coba kalo saya bales pake kapital juga, “LAHHH ORANG BATAL SENDIRI, BELOM BAYAR ITU LU WOY”. Kebayang dah. Jadi ngorder kaga, baku hantam iya.

 

 

Jangan Takut Rugi, Kalau Perlu Siapkan Kompensasi

Setelah berdiskusi dan menggali penyebab permasalahan, ternyata kesalahannya ada di pihak kita sebagai penjual. Terus selanjutnya gimana? Nah, kalau memang kasusnya seperti ini ya sebaiknya kita bertanggung jawab kepada pelanggan. Mau ngga mau. Siap ngga siap. Ikhlas ngga ikhlas, kita musti siapkan diri untuk menanggung kerugian. Cuma ya diatur aja, ambil kesepakatan dengan pelanggan dimana kita akan menanggung kerugian yang ngga gede-gede amat.

Solusi untuk segala problem transaksi di marketplace itu biasanya cuma ada dua; kalo ga retur ya refund. Komunikasikan sebaik-baiknya dengan pembeli solusi apa yang akan diambil dengan azas ngga rugi-rugi amat seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Jika solusinya retur, maka buat kesepakatan siapa yang akan nanggung retur dan menggunakan ekspedisi apa. Sebaliknya, jika solusinya refund coba diskusikan apakah refund sepenuhnya atau separuhnya. Atau mungkin kombinasi, dimana barang dikembalikan ke penjual, kemudian dana direfund. Apapun itu, yang penting harus ada solusi yang cocok untuk kedua belah pihak. Jadi kita sebagai penjual pun ngga rugi bandar.

Oya, kalau perlu kalian bisa siapkan kompensasi juga ke pembeli. Misal, voucher diskon khusus atau bonus item tertentu. Lumayan, bisa meredam emosi pelanggan. Siapa tau komplainnya berakhir dengan senyum dan bintang lima kan ya.

 

 

Tapi.. Kalau Endingnya Tetap Dapet Bintang Satu…

Adakalanya setelah berusaha melayani sebaik dan seprofessional mungkin, customer tetap merasa tak puas dan tega hati untuk memberikan bintang 1 serta perkataan yang tak menyenangkan di kolom ulasan. Ini momen yang paling pedih banget sih buat penjual seperti saya. Lebih pedih dari ditolak gebetan setelah pedekate selama sepuluh tahun, hiks.

Terus kalo udah gitu, kita harus gimana?

Ya ga gimana-gimana, cukup besarkan hati dan tumbuhkan rasa ikhlas saja. Ga usah heboh dan drama, apalagi sampe niat pengen ngelabrak rumah pelanggan sambil didampingin FBI (weleh ngawur). Sepengalaman saya, pelanggan yang emang udah niat ngasih bintang satu, mau kita baikin kayak gimana juga bakalan tetep ngasih bintang satu. Bahkan meskipun kita kembalikan uangnya ataupun berikan kompensasi segemblung, belum tentu itu bintang bakalan diubah sama dia.



Ambil sisi positifnya aja. Terlepas dari bintang satu, ulasan yang masuk berarti transaksi sudah selesai. Artinya uang kita udah ga ditahan lagi sama marketplace dan bisa kita tarik ke saldo ATM kita. Bergembiralah! Sementara untuk review bintang satu yang masuk itu, sebaiknya kita balas saja dengan penjelasan yang sopan. Misal, “mohon maaf, untuk perihal kendala ini sudah diselesaikan dengan pembeli ya 😇🙏”, atau “Mohon maaf kak, kendala apa ya yang terjadi? Apakah bisa diinformasikan kepada kami via chat?”

Ratingnya memang tidak bisa dihilangkan. Tapi setidaknya kita bisa menunjukkan ke pembeli lain bahwa kita ini professional dan ramah dalam melayani pelanggan. Gitu lho…

 

…………………………

 

Yap, dan itulah beberapa tips dalam menghadapi problem transaksi marketplace berdasarkan dengan pengalaman saya beberapa tahun terakhir. Jangan dianggap benar semua ya, karena sejatinya saya juga masih dan akan terus belajar menjadi lebih baik.

Kalo kamu, pernah ngga ngadepin customer yang rewelnya ngga ketulungan?

Coba ceritain di kolom komentar ya!

 

 

 

Depok, 04 Maret 2021
Ditulis sembari menatap kipas angin yang penuh debu.