Yuk, Mari Familiarkan Anak Membaca & Menulis Sejak Dini

Yuk, Mari Familiarkan Anak Membaca & Menulis Sejak Dini

Beberapa waktu lalu, hati saya terasa miris tatkala menonton berita utama di pagi hari. Dalam kilas berita singkat itu, sang news anchor mewartakan bahwa ada beberapa anak yang telah memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun belum bisa menguasai baca dan tulis.

Mendengar itu hati rasanya ingin meringis, dan air mata pun rasanya turun terkikis. Sebuah pertanyaan besar lantas terngiang di atas kepala..

Source : Youtube

“Kok bisa, anak-anak sebesar itu masih buta aksara?”

Semakin saya mencari dan menyelami pemberitaan akan hal ini, semakin saya merasa terlilit oleh benang kusut nan semrawut. Banyak warganet yang ikut berkomentar akan hal ini, langsung menyalahkan pemerintah akan kekacauan yang terjadi. Dan yah.. memang seperti itulah yang paling mudah dilakukan dalam segala problema : Mencari pihak untuk disalahkan.

Padahal, kalau boleh jujur berpendapat.. Kita semua terkadang lupa akan satu hal paling mendasar dalam pendidikan anak-anak muda kita ini.

Bahwasanya..

Tugas mengajar dan mendidik, itu bukanlah sepenuhnya tugas guru. Adalah kita, sebagai orang tua yang sejatinya harus bisa turut serta mencerdaskan dan membentuk karakter anak.

Ingat ya, bukan berarti kita tak boleh berharap akan tangan dingin dalam sosok guru. Hanya saja dalam pelaksanaannya, seringkali masih banyak orang tua yang seakan ‘memasrahkan’ sepenuhnya pendidikan sang anak kepada pihak instansi.

Ini jelas keliru.

Sehebat-hebatnya guru, sebagus-bagusnya sekolah, tetap lah pendidik terbaik bagi anak adalah kita sebagai sang orang tua.

Tak percaya? Mari, sejenak kita terawang sosok ilmuwan yang melegenda.

Albert Einstein...

Albert Einstein | Source : Freepik Premium

Siapakah yang tak mengenal beliau? Hingga saat ini, kita semua mengenalnya sebagai sorang fisikawan sukses dan manusia terpintar di dunia.

Tapi yang tak banyak diketahui orang, Einstein muda tidaklah sehebat dan sekeren Einstein yang kita kenal. Ia mengalami disleksia, sebuah gangguan yang menyebabkan dirinya tak mampu berbicara bahkan di umur 4 tahun. Memasuki fase sekolah, dirinya pun tak banyak berubah. Intelijensinya rendah, sehingga seringkali dianggap bodoh dan acapkali di-bully.

Beruntungnya Einstein, ia memiliki support system yang luar biasa. Adalah sang Ibunda, Pauline Koch yang senantiasa memberikan dukungan pada Einstein. Tak hanya membantu mengajari Einstein dengan penuh kesabaran, sang Ibunda juga membesarkan hatinya dengan suntikan semangat dan motivasi.

Ibunda Einstein, Pauline | Source : Wikipedia

Kau memiliki sesuatu yang hebat dalam dirimu yang tidak dimiliki orang lain. Kau akan menjadi orang hebat.

Hingga kelak waktu menjawab, segala perjuangan dan dukungan itu tentulah berbuah manis. Einstein yang awalnya dicap sebagai seorang ‘anak bodoh’, lantas bertransformasi menjadi sosok nan sukses sepanjang masa.

Bayangkan, jika Einstein kecil tidak mendapatkan dukungan yang layak tatkala ia tak sanggup baca dan tulis. Mungkin hingga sekarang, ia tak akan menjadi apa-apa. Hanya orang biasa saja yang struggle dengan tata bahasa,

Dan selaras dengan cerita di atas, maka tentunya patutlah kini kita bertanya pada diri kita sebagai orang tua.

Sudahkah kita menjadi support system yang baik untuk buah hati kita?

Masihkah kita menjadi orang tua acuh yang hanya memasrahkan anak sepenuh pada tenaga pendidik di sekolah?

Well, lewat tulisan ini, saya ingin mengajak para pembaca semua untuk menatap kasus viral anak-anak buta aksara dalam sudut pandang yang berbeda. Alih-alih menunjuk kambing hitam, mari kita putar telunjuk menghadap diri kita sendiri.

Iya, mari kita berbenah diri dan dukung anak sepenuh hati, agar mereka bisa belajar membaca dan menulis dengan maksimal.

Caranya? Mari kita bahas mulai dari poin pertama..

1. Lebih Banyak Interaksi Bersama Anak

Ilustrasi Interaksi bersama anak | Source : Freepik Premium

Banyak orang tua yang salah kaprah. Menganggap bahwa bentuk kasih sayang pada anak, adalah tatkala dirinya sanggup menghadirkan yang terbaik bagi sang anak. Ini tak sepenuhnya salah, namun juga tak sepenuhnya benar.

Wajar, kalau kita sebagai orang tua ingin memberi yang terbaik. Entah itu mainan yang bagus, liburan yang jauh, atau sekolah yang mahal. Namun adakalanya dalam proses memperjuangkan yang terbaik itu, kita lupa bahwa bagian terpenting bagi sang anak bukanlah bentuk kebendaannya. Melainkan kehadiran kita, sebagai sosok orang tua.

Mainan semahal apapun, tak ada artinya jika kita tak bisa menyempatkan untuk bermain bersama.

Bukan berarti kita harus selalu ada. Tentu, kita sebagai orang dewasa pun punya kesibukan yang tiada tara. Poin terpentingnya adalah, pastikan bahwa tiap waktu bersama sang anak tidaklah terbuang percuma.

Di waktu senggang, ajaklah ia berjalan bersama ke taman di dekat rumah. Ajarkanlah ia tentang pohon rindang dan manfaatnya untuk kehidupan. Perkenalkan ia tentang kucing lucu dan kisahnya sebagai hewan kesayangan nabi. Bukalah matanya tentang detil-detil kecil dalam lingkungannya, dan buat ia memahami bagaimana dunia ini bekerja.

Ya, simpanlah sejenak smartphone dan segala problema kerja jauh-jauh. Buatlah momen ini jadi berkualitas. Berinteraksilah selalu dalam setiap kesepatan waktu, agar tangki cintanya terisi selalu.

2. Kenalkan Anak Dengan Buku Sejak Dini

Keren bener nih bocil udah mau belajar TOEFL | Source : Dokumentasi Pribadi

Bagaimana mungkin kita bisa berharap anak bisa lancar membaca, jika bahkan memperkenalkan anak pada buku saja kita tidak pernah?

Ini adalah kekeliruan lain yang acapkali terjadi di masa kini. Dimana orang tua seringkali lebih semangat memberikan gadget pada anaknya, ketimbang menghadirkan buku cerita dan menemaninya membaca.

Maka wajar saja, kalau minat baca orang Indonesia senantiasa rendah. Menyentuh angka 0.001%, yang artinya dari 1000 orang, hanya 1 orang saja yang gemar membaca.

Memang, buku itu tak murah. Apalagi buku untuk anak, yang notabene penuh warna-warni. Tapi janganlah lantas menjadikan ini sebuah alasan untuk membatalkan niat membeli buku bagi anak. Yuk yuk, kita benahi mindset-nya sebentar.

Perkara buku yang mahal, tentu bisa diatasi dengan beberapa cara. Semisal :

  • Membeli buku di event obral. Ya, di mal-mal seringkali ada event seperti ini. Biasanya buku yang dijual itu stock lama, jadi didiskon besar-besaran.
  • Membeli buku bekas. Buku secondhand juga bisa dilirik, karena harganya tentu sudah sangat jatuh, namun isinya masih bisa kita nikmati.
  • Mengajak anak ke Perpustakaan. Perpustakaan sejatinya tersebar dimana-mana, tinggal kita mau cari info saja. Gratis, ndak perlu rogoh kocek.

Dan percayalah, tak ada buku yang sia-sia. Dengan memperkenalkan buku serta mengajak anak membaca sejak dini, maka makin ringanlah tugas guru kelak. Dan dalam prosesnya, makin dekatlah hubungan kita bersama sang buah hati.

3. Biarkan Anak Mencoret dan Menggambar

Ilustrasi anak mencoret-coret | Source : Freepik Premium

Ketika sang anak mulai mengambil spidol dan mencoret-coret semaunya, tolong… Janganlah lantas ia dimarahi.

Memang, kegiatan satu ini agak menggemaskan, terasa berantakan, dan membuat barang jadi kotor. Namun, sejatinya proses coret-mencoret ini adalah stimulus baik bagi perkembangan sang anak.

Butuh bukti? Ada sebuah studi dari University of Plymouth yang mengungkapkan bahwa mencoret-coret ternyata dapat meningkatkan daya ingat. Anak yang mencoret-coret mampu mengingat lebih banyak dibandingkan dengan yang hanya mendengarkan.

Ada juga penelitian dari Universitas Nottingham yang membuktikan bahwa mencoret-coret atau membuat catatan visual saat mempelajari materi sains bisa meningkatkan pembelajaran, keterlibatan, dan penalaran

Maka janganlah kita sekali-kali memarahi anak kala ia mulai mencoret-coret. Ini adalah kegiatan yang baik, hanya butuh media yang tepat saja. Siapkanlah media coretan yang tepat untuknya, semisal buku atau kanvas kosong. Lalu dampingi.

Niscaya, kelak anak kita bisa belajar menulis dengan lebih cepat dan luar biasa.

4. Daftarkan Anak Les Membaca dan Menulis

“Semua yang dipaparkan diatas sebenarnya baik, dan saya setuju. Tapi masalahnya, saya masih kesulitan untuk mengatur waktu. Adakah opsi lain?”

Yap, tak perlu khawatir. Adakalanya memang kesibukan tak bisa diganggu gugat lagi. Sementara di sisi lain, kita sebagai orang tua tetap berharap agar anak kita bisa mendapatkan pengajaran membaca yang optimal untuk usianya.

Maka cobalah untuk mendaftarkan anak pada les membaca tambahan yang optimal untuknya.

Salah satu yang bisa saya rekomendasikan, adalah Kursus Bahasa Indonesia Kumon.

Adapun, Kumon sendiri memang sudah cukup terkenal sebagai program belajar diluar sekolah yang cukup tersohor di dunia. Metode Kumon yang lahir pada tahun 1954 di negeri Sakura ini, kini telah diadopsi oleh lebih dari 50 negara dan wilayah. Dengan lebih dari 4 juta anak terdaftar, dan 24.700 kelas yang dibuka.

Apabila tertarik, kursus membaca di Kumon sendiri memang sudah dimulai dari sejak usia dini, yakni 3 hingga 12 tahun.

Percaya atau tidak, mendaftarkan kursus membaca anak sejak dini di Kumon, itu bisa mendatangkan berbagai benefit bagi perkembangan sang anak, misalnya :

Usia 3 – 4 Tahun : Meningkatkan Kepercayaan Diri

Dengan metode belajar mandiri dan perseorangan, Kumon memastikan setiap anak belajar dalam tingkatan yang sesuai dengan kemampuannya.

Anak yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menguasai suatu materi tidak akan merasa tertekan, sementara anak unggul akan diberikan materi yang lebih sulit sebagai tantangan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri setiap anak karena mereka mengetahui bahwa mereka terus berkembang dengan kemajuan yang sesuai dengan kemampuan belajar mereka

Usia 5 – 12 Tahun : Membentuk Kemandirian

Kursus Membaca Anak di Kumon dirancang agar dapat membentuk kebiasaan belajar secara mandiri. Lembar kerja Kumon dilengkapi dengan contoh soal dan penjelasan yang diperlukan untuk mendorong anak berpikir dan menjawab soal-soal secara mandiri.

Menyelesaikan soal-soal dengan kemampuan sendiri membuat anak belajar bagaimana menentukan target dan menyelesaikan soal-soal yang belum pernah ditemuinya sebelumnya.

Usia > 13 Tahun : Mendapatkan Life Skills

Melalui Metode Kumon, siswa juga memperoleh pengembangan keterampilan hidup yang penting. Mereka menjadi lebih disiplin, mampu mengatur waktu dengan baik, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan tekad untuk mengatasi tantangan.

Kumon menggunakan pendekatan pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk masa depan, memastikan mereka berprestasi di kelas, serta memiliki keterampilan hidup yang penting untuk mencapai impian dan tujuan mereka.

Kesimpulan Akhir

Sebagai orang tua, mari kita jadi support system yang baik untuk anak kita. Jangan lantas abai, hanya sekedar memasrahkan tanpa adanya sedikit pun dukungan.

Jika bisa meluangkan waktu, maka jadikanlah kesempatan bersama anak itu sebagai momen yang berkualitas. Membuat kedekatan bersama anak kian rapat, sehingga semangat belajar anak pun membumbung tinggi.

Namun, jika kesibukan sudah tak bisa ditolerir lagi, maka cobalah untuk mempertimbangkan les membaca anak seperti di Kumon, yang metodenya sudah terjamin dan teruji selama lebih dari tujuh dekade lamanya.

Dan sebagai kalimat penutup :

Selamat menyambut hari Pahlawan. Mari bersama, kita entaskan buta aksara. Dan jadilah Pahlawan Literasi bagi bangsa dan keluarga.

Bekasi, 08 November 2024
Ditulis di meja sederhana, ditemani terik sang surya

Sumber :
https://www.rri.co.id/daerah/649261/unesco-sebut-minat-baca-orang-indonesia-masih-rendah

https://www.haibunda.com/parenting/20191001081739-61-59595/pauline-wanita-yang-ubah-einstein-dari-bocah-terbodoh-jadi-terjenius-di-dunia

https://id.kumonglobal.com/les-kumon-mulai-usia-berapa/

Fajarwalker

A Man with frugal style living. Sering dikira pelit, padahal cuma males keluar duit.

More Reading

Post navigation

32 Comments

  • Kemampuan membaca dan menulis adalah kemampuan yang penting untuk diajarkan semenjak dini ya
    Keterlibatan keluarga sangat penting
    Dan perlu juga gandeng pihak ketiga seperti Kumon ini ya

    • Betul, kia upayakan sebisa mungkin ada keterlibatan kita sbg orangtua.
      Jika memang dirasa masih kurang maksimal, maka bisa gandeng pihak ketiga untuk tambahan support.

  • lah kok kita bisa barengan memberi dulu ada kata2 : DINI. Ini si Dini mana nih, udah dicolek dua blogger gak nongol2. But, anyway, memang bener sih, sedari usia dini baiknyaaa belajar banyak hal. Krn rasanya otak msh super encer banget gak lemot kyk aku nih skrg (halah curcol). Belajar baca, matematika, bahasa, dan keluarga pun ikut terlibat. Tp ya emang sih, Kumon adalah senjata Ninja ortu saat kesibukan tdk bs dihindari

  • Setujuuuu banget bangetttt mas. Aku bersyukur lahir di keluarga yg suka membaca dan mencintai buku. Papa itu terlalu cinta dengan buku. Sampe ada perpustakaan pribadi. JD dari kami msh dalam kandungan aja, itu buku2 utk nanti dibacain udh dibeli tau …

    Kalo orang lain beli mainan, papa beliin buku. Trus pas business trip ke LN, yg dibeli oleh2 juga buku. Hardcover, gambarnya bagus dan menarik. Anak mana coba yg ga tertarik utk tau isinya.

    Dr situ aku semangat belajar baca. Begitu bisa baca, aku sampe inget novel pertama yg aku baca sendiri, Lima Sekawan yg judulnya Harta Karun Rockwell.

    Makanya anakku aku latih juga begitu. Hrs suka baca dari bayi. Aku bacain dongeng dan apapun.

    Utk coret2 aku pake cara yg dilakuin mama. Dr dulu kami ga boleh coret dinding. Tp kami diksh gantinya, kertas bekas sebanyak mungkin yg dibawa papa dari kantor. Itu yg kami jadiin coretan. Anak2ku juga gitu. Aku beliin buku gambar, kertas dan segala macam yg bebas mereka tulis, tp ga boleh di dinding.

    Akhirnya mereka paham kok.

    Tapi ada yaa, temenku yg anehnya mereka ini 2 orang, Abang adik. Adiknya pinter banget. Ntah kenapa si Abang yg sekelas Ama aku, memang ada kelainan susah membaca. Jangan2 disleksia juga sih. Tp zaman dulu mana booming penyakit itu dikalangan ibu2. Semua pada anggab anaknya aja yg bodoh. Kasian jadinya… Temenku ini walo ga ada yg bully, tp beberapa kali kami JD ga sabar kalo ada pelajaran membaca. Krn dia pasti tertinggal

    Sementara adiknya pinter banget . Ntahlah. Mungkin seharusnya si Abang ini hrs masuk SLB, dan bukan sekolah biasa. Cuma oleh ortunya dimasukin ke sekolah yg sama dengan adiknya

    • Kalo aku mah kalo novel pertama kali baca Lupus mbaaak, nemu di perpus desa, hehehe.
      Buat coret-coret, sekarang emang banyak sih medianya. Tapi agak musti sabar juga kalo tiba-tiba anaknya ‘bablas’ ke tembok, mau gamau ya digeser lagi.

  • bener banget si mas..
    kalau bahkan dalam islam aja ibu di ibaratkan guru dan bapak kepala sekolahnya, jadi pendidikan sedari dini ya bersama orang tua.

  • Semangaaat ya dek Putri. Dibacakan terus Mas buku2 dan majalah anak2, nanti insya Allah sebelum usia 7 tahun dek Putri bisa baca dan tulis karena sudah distimulasi sejak kecil.

    Eh aku baru tahu ada les bahasa Indonesia di Kumon. Kirain math aja.

  • baca ini aku jadi flashback ke masa kecilku dulu, mencoba mengingat-ingat, gimana aku dulu mulai membaca, ingatanku udah samar soalnya, memang dari kecil udah seneng sama buku-buku, bahkan buku yang menghubungkan garis-garis sehingga membentuk sebuah gambar aja aku suka.

    dan yang aku inget pasti, kelas 1 SD juara 1, nah dari sini aku mikir, emang aku pinterkah dulu hahaha, berarti aku lancar nulis dan baca 😀
    ibuku memang guru, tapi lagi-lagi aku ga inget, kayaknya malah aku ga pernah diajari ibuku, malahan seperti sering belajar sendiri. Lupa akutuh

    mengenalkan kepada anak buku-buku dan dibacakan buku cerita dari kecil memang bagus, membiasakan buat mereka sampe gede nanti.

    aku ada keponakan umur sekitar 3 tahun, tapi masih belum bisa diajak ngomong, kayak nggak lancar gitu, tapi memang perlu usaha buat ngenalin ke media buku-buku juga

    • Gede emang pengaruh orang tua ya mbak. Harusnya banyak orang tua yang lebih melek lagi, supaya ndak banyak yang buta aksara.

  • Beban guru sangat berat. Kalau ada anak/siswa yang gak layak naik kelas, maka tekanan akan datang tak hanya dari orang tua, tapi dari kepala sekolah. Sebab, kalau ada yang gak naik kelas, ntah performa sekolah juga akan turun dalam pengecekan pihak yang lebih tinggi. Sedangkan ortu sekarang banyak yang menyerahkan sepenuh anaknya ke guru. Parah sih.

    Makanya emang kehadiran tempat belajar di luar sekolah kayak Kumon ini berguna banget. Sayang zaman aku dulu belum ada Kumon haha, sebab anak sepupu les di Kumon hitung-hitungannya jago banget. Aku aja kalah cepat lol.

  • Memperkenalkan buku sejak dini itu hal yang paling setuju buatku hehehe, karena itu bisa bermanfaat banyak.

    Jadi inget aku tuh suka buku awalnya bukan karena ingin tahu isinya apa dan mendapatkan informasi apa tapi lebih rasanya kalau baca pikiranku teralih dengan baik dan dengan membaca merasa ada teman dan memiliki dunia sendiri, bisa berimajinasi.

    anw super setuju dengan menjadi #supportsystem yang baik bsia membuat anak atau siapapun bisa menjadi pribadi lebih baik.

  • Dari beberapa tips diatas, no 2 yang juga dilakukan anak saya kepada anaknya.
    Cucu saya baru berusia 1,5 tahu, tapi sudah punya buku koleksi sendiri. Ibunya telaten membacakan cerita-cerita yang ada dalam buku tersebut. Salah satu Efeknya kepada cucu, jadi pinter berbicara, karena saya temukan beberapa kasus anak seusia cucu saya masih susah berbicara.

    Salam,

  • sepakaatt banget, Fajar
    selama ini kulihat para ortu kyk pasrah bongkokan dgn guru dan sekolah
    padahal ortu jg punya peran pentiiing banget utk pendidikan anak.
    klopun dirasa kurang mumpuni, ya hayuklaahh daftarin ke kumon.
    jangan sampai ntar anak dah SMP ga bs baca tulis, trus nyalahin kurikulum merdeka, pdhl ortunya rebahan dan doom scrolling muluuuu qkqkqkqkqkq

  • Aku sepakat sama semua statement di artikel ini, aku pun sedang sangat mengusahakan untuk terus berbenah dalam mengasuh anakku. Mainan2 yang dimainkan bersama dan manajemen waktu memang sangat penting dalam hal ini

  • Saya merasakan bahwa anak saya mengalami banyak kemajuan sejak kursus di Kumon. Saat usia 4,5 tahun sudah bisa baca tulis untuk kosakata yg sederhana. Kumon adalah solusi tepat agar anak lancar baca tulis

  • Aku setuju, kita sebagai orangtua gak bisa menyerahkan seluruh urusan pendidikan kepada guru dan sekolah. Karena memang pendidik pertama anak itu ya orangtuanya.

    Maka dari itu, sekolah dan orangtua memang perlu banget bekerja sama dengan baik untuk bersama-sama mencerdaskan anak. It takes a village to raise a child lah yaa.

  • Harus imbang antara di rumah dan di sekolah ya kak, agar anak-anak bisa semangat belajar dan lancar membaca juga menulisnya. Memang miris sih, kok bisa seusia SMP belum lancar bacanya. Semoga ada perubahan yang signifikan untuk pendidikan negeri ini ya

  • Ide yang bagus banget! Membiasakan anak membaca sejak dini itu penting banget. Nanti, mereka akan lebih mudah memahami dunia sekitar dan punya kosakata yang luas. Jangan lupa, bacakan cerita sebelum tidur ya, biar anak-anak makin semangat belajar!

  • Selalu tertarik dengan Kumon
    Tetapi anak saya belum mau
    Katanya masih ingin belajar sama bunda
    Saya pun jadi sumringah jadinya meski tetap saya kenalkan juga
    Siapa tahu pas SD sudah mau diikutkan Kumon

  • saya waktu ngajar di pedalaman kalimantan, anak-anak kelas 6 aja banyak yang belum bisa baca dan nulis, memang miris sih, pendidikan kita belum merata, kalau mereka memang karena keterbatasan dalam banyak hal, tapi kaau di pulau Jawa akes ke pendidikan lebih mudah harusnya dapat diminimalisir sejak dini ya, kita bisa bacain buku anak-anak sejak dini mislanya

  • Iya miris sekali pas tahu beritanya ya bisa-bisanya belum bisa baca tulis ansk smp ya efek pandemi juga bisa ya anak kurang terkontrol pelajarannya, ortu juga punya andil nih..

  • Bener banget mas Fajar, orangtua punya peranan penting dalam menumbuhkan minat membaca dan menulis pada anak. Jangan hanya mengandalkan “akh nanti juga sekolah” Sedangkan sekolah zaman now pun kurikulumnya beda sama zaman kita. Sekarang anak mesti jauh lebih siap. Sehingga dari rumah pun sudah dibekali kemampuan baca dan nulis.

    Nyoret-nyoret tembok adalah jalan ninja keponakan ku nih. Kami di rumah ga ngelarang, biarin aja. Supaya dia makin seneng dan lama-lama pengen nulis huruf, angka.

    Upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis memang mesti di stimulasi ya. Misal di familiarkan buat pegang buku, main bareng ke perpus atau toko buku.
    Semangat membersamai anak dan kalau hasilnya mau lebih maksimal bisa juga di kursuskan membaca dan menulis di Kumon ya.

    • Nah ini, kata-kata sakti “namanya juga bocil” itu lumayan sering dipake juga sama ibu-ibu yang abai. Menutupi kenyataan bahwa mereka cuma males aja untuk berinteraksi sama anak sendiri.

      Perpustakaan masih PR ku sih. Kalo ke toko buku mah udah beberapa kali. Tapi favoritku masih toko buku bekas, hahaha

  • Putriii… uda mau cari kerja aja kamuu, cantiikk..
    MashaAllaa~
    Belajarnya TOEFL iniii… elaah, aku apakabar yang masih yeess yeess noo noo… huhuhuu…

    Btw,
    anak-anak dan membaca ini memang miris. Karena salah satunya adalah lazy mind dan kemudahan konten zaman skarang. Pokonya beneran beda ngasuh anak skarang mah.. Mereka terbiasa dengan kemudahan dan kecepatan. Apalagi kini ada teknologi AI kaan..

    Tapi bener sii..
    Les kumon ini femes banget. Hehhe, aku pernah jadi pengajar di Kumon dan anak-anak memang jadi lebih tertantang dengan sistem levelling ketimbang tematik pelajaran kaya di sekolah.

    • Hahahaha, adanya pas foto dia lagi buka buku itu doang mbaaaak..

      Kebanyakan nonbton konten pendek itu emang ga bener si, bahayaa. Mangkanya membaca tuh harus disegerakan.

  • Hai mas. Anakku dulu pas SD sempat ikut kelas di Kumon. Kebetulan lokasinya diantara sekolah dan juga rumah. Sejauh ini aku merasa Kumon bisa membantu anakku juga untuk lebih belajar dengan cara lebih menyenangkan 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *