Surga Buku Itu Bernama Pasar Kenari

“Setelah 2 kilometer, anda akan tiba di tujuan anda”. Suara wanita robotik terdengar sayup-sayup diantara hingar bingar kendaraan jalan raya. Aku segera menarik handphone dari saku, memastikan keabsahan informasi yang dimunculkan oleh aplikasi Waze itu. Ternyata benar, destinasi kami sudah tidak begitu jauh lagi dari pandangan. Hanya cukup melewati lampu merah Matraman dan terus melaju lurus sesuai info dari aplikasi smartphone itu.

Aku sempat kebingungan ketika Waze mengarahkanku untuk berhenti ke sebelah kiri jalan. Setahuku, posisi Pasar Kenari itu harusnya berada persis di sebelah kanan jalan, tepat di pertigaan Salemba yang selalu macet total di setiap sore menjelang. Gedung yang sama yang sering aku gunakan untuk bermain futsal bersama teman-teman kampusku beberapa tahun lalu. Sejenak berdiskusi, aku akhirnya menyadari kekeliruanku. Ternyata, gedung yang ada di seberang jalan itu bukanlah Pasar Kenari, melainkan Plaza Kenari. Jadi, benar sekali apa yang diinformasikan oleh aplikasi Waze barusan. Duh, maafkan daku yang mudah suudzon ya, ze..

 

Grafiti buku bisa kita lihat jelas dari luar.

 

Tak sulit untuk menyadari keberadaaan pasar buku di pasar kenari ini. Dari luar, kita bisa melihat grafiti raksasa berbentuk tumpukan buku berwarna warni di salah satu suduh gedung ini.

Yap, semenjak diresmikan oleh Pak Gubernur Anies Baswedan, Pasar Kenari kini menjadi salah satu destinasi alternatif untuk para pecinta dan kolektor buku di Ibukota. Ragam buku berbagai genre seperti novel, bisnis, hingga berbagai komik baik dalam kondisi baru maupun bekas bisa kita dapatkan dengan harga terjangkau. Wajar saja kalau beberapa waktu lalu Pasar Kenari ini sempat jadi viral di Twitter. Nah, karena iming-iming ‘buku murah’ ini pula lah akhirnya Aku dan Thina bersemangat untuk meng-eksplorasi gedung yang berada tak jauh dari Fakultas Kedokteran UI ini.

Lantai Bawah Hening, Seakan Tak Ada Kehidupan

Segera setelah memarkirkan motor, kami berdua berjalan menuju ke pintu masuk di gerbang depan. Namun, belum genap sebelah kakiku melangkah masuk, batinku langsung dihinggapi dengan setumpuk rasa ragu.

“Wait, ini gedung beneran buka ga sih? Kok sepi bener ya.”

Tepat di depan pintu masuk ini, tak satupun batang hidung manusia yang terlihat. Memandang ke kanan dan ke kiri, sama sekali tak kutemukan satupun ruko yang terbuka. Suasana disini sangat nir-audio, hening, tanpa aktivitas apapun. Bahkan AC sentral pun sama sekali tidak dihidupkan, sehingga hawa pengap dan gerah pun melanda sekujur tubuh kami.

“Udah, kita coba keatas aja yuk. Bukannya emang pasarnya ada di lantai 3 ya?”, Suara Thina terdengar memecah keheningan ruangan. Tersadar, Aku pun segera melanjutkan langkah kaki menuju ke lantai 3. Dengan nafas setengah tersengal, pperlahan kulewati satu per satu anak tangga. Seluruh lantai yang kami lalui semuanya dalam kondisi yang sama : Hening, Sepi dan sedikit menyeramkan.

Hingga akhirnya kami tiba di pintu masuk lantai 3. Aku sudah tidak sanggup mendahan diri, rasanya seperti ingin mendobrak pintu dengan sekuat tenaga. Dan benar saja, tak lama setelah kudorong pintu itu, angin dingin bersemilir melintas tepat di wajah kami. Wow, ternyata ada kehidupan di lantai ini!

Tak hanya semburan dingin AC yang membuatku bahagia. Hamparan buku yang berada diantara ruko-ruko pedagang itu sukses membuatku terperangah. Seluruh tubuhku seakan tak sanggup menahan diri untuk segera memulai eksplorasi buku, tapi Thina menahanku sejenak. “Kita istirahat dulu yuk. tuh sebelah sana kan ada sofa”, ucapnya sambil menunjuk sederet sofa minimalis di sudut ruangan. Aku mengangguk setuju, karena sejujurnya perutku pun mulai ber-orkestra keroncong. Maklum, sedari pagi tadi kami memang belum makan apa-apa.

Baca Juga :  Menyusuri Sawah Lope yang Ngga Ada Lope-lopeannya

 

Hamparan buku menanti untuk dieksplorasi

 

 

Cobain Bencoolen, Kopi Khas Nusantara di Pojok Pasar Kenari

Tak jauh dari sofa yang baru kami singgahi, di sudut ruangan yang lain terlihat sebuah coffee shop bernama The Bencoolen Coffe. Ini adalah salah satu brand lokal yang menawarkan kopi-kopi terbaik dan asli dari daerah Bengkulu. Bahkan tak hanya memesan kopi, disini kita juga bisa memesan biji kopi dalam kemasan untuk diseduh sendiri di rumah. Harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, mulai dari 5 ribu hingga 15 ribu saja. Bagi mahasiswa semester akhir yang butuh ruang tenang tapi budget dompet terbatas, tempat ini mungkin bisa dijadikan spot favorit untuk berjibaku dengan skripsi.

Sementara Thina sudah absah memesan ice latte, aku masih bingung ketika melihat datar menu. Maklum lah, aku memang bukan pencinta kopi seperti sobat indie kebanyakan. Tapi salah satu menu sepertinya menarik perhatianku, yakni Ice Kopasus Keren. Nah, apa pula ya hubungannya kopi sama kopasus?

 

Nih daftar menunya bencoolen

 

Hasil kepo-kepoan dengan barista, kudapat penjelasan bahwa Ice Kopasus Keren itu maksudnya Kopi Susu dicampur dengan Gula Aren. Iya, sesederhana itu. Tapi baiklah, karena kadung penasaran akhirnya kupesan juga kopi seharga 15 ribu itu. Sang barista langsung sigap  mempersiapkan seluruh pesananku. Sayangnya, cafe ini tidak menyediakan makanan padat untuk makan siangku. Hanya ada biskuit dan roti isi daging yang disimpan di dalam toples kaca. Tapi ya gapapa deh, daripada ga makan apa-apa sama sekali.

Untuk rasanya sih… lumayan enak. Maksudku, dari sudut pandang seorang non-maniak kopi sepertiku rasa kopi kopasus tadi cukup nikmat di lidahku dan tidak terasa aneh sama sekali. Hanya gula arennya saja yang menurutku terasa kurang manis. Tapi Thina berpendapat lain, menurutnya kopi yang enak itu justru yang rasanya tidak terlalu manis seperti itu. Entahlah, toh bagiku masalah rasa hanyalah persepsi tiap pribadi. Yang penting, saat ini aku bisa menikmati kopi ini bersama pasangan travel setiaku… Uhuk, uhuk.

 

Kopi nusantara. Mari berbangga dengan brand lokal.
Peralatannya sudah cukup lengkap yah gaes
Cintai uzuzmu, minum bencoolen tiap hari…

 

Lanjut Hunting Buku, Jangan Lupa Tawar Menawar!

Setelah puas menyeruput dua gelas kopi (iya, aku ikut nyeruput punyanya Thina juga), kami melanjutkan rencana awal untuk meng-eksplorasi surga buku yang sudah lama kami idamkan ini. Berjalan dengan santai, kami menyadari bahwa ternyata dari luasnya lahan toko yang tersedia, baru sebagian saja yang sudah diisi oleh pedagang. Sisanya masih kosong, entah karena belum ada yang mengisi atau karena si empunya sekedar sedang libur. Denger-denger sih, katanya pasar ini memang masih sepi.. jadi rata-rata pedagang masih ragu-ragu untuk hijrah dari tempat lamanya. Duh, sayang sekali ya…

Meski begitu, bagiku stock buku yang tersedia disini sudah lebih dari cukup. Lengkapnya luar biasa, bukan main. Mulai dari novel remaja, novel terjemahan, bacaan anak, sampai buku perkuliahan pun semuanya tersedia. Baru berjalan beberapa meter, bola mataku langsung terdistraksi pada tumpukan buku di salah satu toko. Koala Kumal dan Manusia Setengah Salmon karya Raditya Dika, serta 11.11 karya Fiersa Besari membuatku tak kuasa membendung diri untuk menghampiri pemilik toko.

Baca Juga :  Liburan Murah Meriah ke Taman Mangrove, Pantai Indah Kapuk

Yap, silahkan ejek selera bacaanku. Tapi faktanya, aku tertarik untuk membeli buku ini bukan serta merta untuk aku baca, melainkan untuk kujual kembali di toko onlineku, hehehe. Dasar anak pemasaran, ga bisa liat peluang dikit, langsung keluar instingnya.

 

 

Hunting buku dari toko ke toko di pasar ini sepertinya menjadi salah satu pengalaman ter-unikku bersama Thina. Pertama, karena disini menganut sistem pemasaran konvensional, sehingga diperbolehkan untuk tawar menawar dalam setiap transaksi. Sayangnya, baik Thina dan Aku sama-sama tidak terlalu mahir dalam perihal negosiasi harga. Bertahun-tahun selalu berbelanja barang secara online, sejujurnya aku kurang familiar dengan sistem pemasaran seperti ini.

Tapi karena sudah terlanjur basah, mau tidak mau kupelajari kembali jurus tawar harga ala Ibuku. Ya, beliau adalah salah satu inspirasiku dalam tawar menawar di pasar tanpa tenden-aling-aling. Salah satu jurusnya yang kugunakan adalah dengan berpura-pura batal membeli saat penjual tak kunjung mau menurunkan harga. “Yah, kalo segitu mah gamau pak. Kalo 20ribu baru saya mau deh”, ucapku sambil melengos perlahan. Tak sampai 2 langkah, si penjual lansung memanggilku, “Yaudah pak bungkus deh nih”.

Segera kubalikkan badan dan kukedipkan mataku pada Thina sebagai pertanda, “Yesss, berhasil kan!”

Lucunya pedagang disini, mereka seringkali menawarkan barang dagangannya secara membabi-buta. Tak perduli apakah pembelinya butuh atau tidak, pokoknya tawarkan saja lah! Seperti salah satu toko yang ku kunjungi, penjualnya terus saja menyodorkanku buku demi buku dari rak nya “Kak nih kita punya komik conan, mau ga kak?”, “Kak, nih kita ada novel Harry Potter, siapa tau kakak mau” , “Kak nih kita punya majalah Hai yang jadul itu. Banyak yang nyari lho..”. Duh mohon maap nih bu, mau buat apaan kita beli majalah Hai tahun 90an 🙁

 

Ada banyak selasar yang bisa kita gunakan untuk membaca buku

 

Jangan Lupa Kunjungi JakBook yang (Katanya) Banyak Diskon

Kalau sudah puas menjelajahi seluruh sudut toko buku, maka jangan lupa juga kunjungi juga JakBook. Pasar Buku pertama yang diresmikan langsung oleh Bapak Anies Baswedan ini, ‘konon’ katanya harganya lebih murah 30 persen dibandingkan penyedia buku lainnya. Ya, aku menggunakan frase ‘konon’ karena setelah kutelaah lebih dalam, harga di dalam JakBook ternyata lebih mahal dibandingkan dengan buku-buku yang dijajakan di seantero toko.

Spanduk di luar gedung yang bertuliskan ‘Diskon 50%’ pun ternyata hanya berlaku untuk setumpuk kecil buku tak populer yang kondisinya beberapa sudah kurang layak diadopsi. Hal ini membuatku tak tertarik untuk meng-eksplorasi lebih jauh, hingga kuputuskan untuk mengajak Thina keluar dan duduk kembali ke di sofa dekat Bencoolen Coffee.

 

 

 

Untuk kalian yang ingin / akan berkunjung ke pasar kenari, inilah sejumlah info dan tips spesial dariku :

  • Pasar Buku di Pasar Kenari hanya ada di lantai 3, sementara lantai 1 dan 2 adalah pasar elektronik yang tutup di hari Minggu. Jadi jangan kaget ya kalo pas pertama masuk suasananya super duper hening.
  • Cek ulang setiap buku yang kalian pegang, jangan sampai terjebak buku bajakan. Ciri buku bajakan adalah harganya yang murah, namun kualitas cetak covernya yang agak kurang / buram dan kertas yang digunakan lebih tipis, dibawah standar buku pada umumnya.
  • Jangan cuma semangat nego harga. Gunakan juga perbandingan harga akurat dari marketplace online.
  • Ga bawa uang cash? tenang saja. Ada ATM center tak jauh dari pintu masuk JakBook.

 

Yuk, mampir kesini dan lestarikan minat baca generasi masa kini!

 

Pasar Kenari
Jalan Salemba Raya, Kenari, Senen, RW.5,
Kenari, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat.

Bekasi, 15 Oktober 2019
Ditulis paksa setelah terkena writers block sebulan lebih..

Fajarwalker

A Man with frugal style living. Sering dikira pelit, padahal cuma males keluar duit.

More Reading

Post navigation

15 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *